Total Tayangan Halaman

Selasa, 30 Agustus 2011

Allahumma Paksakeun

Ada pasangan suami isteri yang menikah karena dijodohkan oleh pak kiai mereka. Sang lelaki sangat setuju dengan perjodohan tersebut, tetapi sang perempuan sebaliknya, dia tidak mencintai lelaki calon suaminya. Karena taat pada sang kiai dan khawatir kawalat, maka dengan terpaksa sang perempuan akhirnya menikah dengan lelaki pilihan pak kiai. Dengan mengatakan ”allaahumma paksakeun”, dia pun resmi menjadi isteri.Sebetulnya sampai Allah memberinya tiga orang anak, sang isteri masih belum mencintai suaminya dengan penuh ketulusan dan keikhlasan. Tapi akhirnya, setelah kelahiran anak ketiganya, dia pun bisa memberikan cintanya dengan tulus dan ikhlas kepada suaminya. Keterpaksaan itu akhirnya berbuah keikhlasan, mereka pun akhirnya dikarunia enam anak sampai saat ini.Sebetulnya sampai Allah memberinya tiga orang anak, sang isteri masih belum mencintai suaminya dengan penuh ketulusan dan keikhlasan. Tapi akhirnya, setelah kelahiran anak ketiganya, dia pun bisa memberikan cintanya dengan tulus dan ikhlas kepada suaminya. Keterpaksaan itu akhirnya berbuah keikhlasan, mereka pun akhirnya dikarunia enam anak sampai saat ini. 
Sebetulnya sampai Allah memberinya tiga orang anak, sang isteri masih belum mencintai suaminya dengan penuh ketulusan dan keikhlasan. Tapi akhirnya, setelah kelahiran anak ketiganya, dia pun bisa memberikan cintanya dengan tulus dan ikhlas kepada suaminya. Keterpaksaan itu akhirnya berbuah keikhlasan, mereka pun akhirnya dikarunia enam anak sampai saat ini.
Cerita di atas bukanlah fiksi, tetapi benar-benar fakta. Mungkin tidak sedikit orang yang memiliki kisah perjodohan tersebut atau setidaknya mirip. Terinspirasi dari kisah nyata ini, saya menulis judul ”allaahumma paksakeun”.
Katanya, jika kita malas-malasan untuk melakukan sesuatu, maka ucapkan saja ”allaahumma paksakeun”!. Istilah ini akhirnya populer dan kadang digunakan pada saat kita malas-malasan beraktivitas, baik aktivitas duniawi maupun ukhrowi. Keterpaksaan kadang kita rasakan. Tidak sedikit santri yang terpaksa nyantri di sebuah pesantren. Ada juga yang terpaksa menikah dengan lelaki atau perempuan pilihan orang tuanya atau pilihan murobbi dan murobbiyahnya. Ada juga yang terpaksa harus menceraikan isterinya. Begitulah kehidupan, kadang penuh keterpaksaan. Tapi ingat...! jangan sampai kita terpaksa melakukan maksiat.
Memaksa seseorang masuk ke dalam agama Islam tidak dibolehkan (laa ikrooha fid diin). Allah telah memberikan dua jalan, keimanan dan kekufuran, al-haq dan al-bathil. Keduanya sudah sangat jelas. Manusia dipersilahkan untuk memilih jalan yang akan ditempuhnya. Tidak ada paksaan dalam menentukan pilihan yang manapun. Tetapi jika seseorang sudah menjadi muslim dengan dua kalimah syahadat yang diucapkannya, maka dia harus melaksanakan semua ajaran Islam. Jika dia tidak melaksanakannya, maka memaksanya untuk konsisten dan komitmen dengan keyakinannya adalah sebuah keniscayaan.
Terkadang seorang muslim ketika dia malas shalat, shaum, tilawah qur’an, shalat dhuha, tahajjud dan amalan sholeh lainnya, dia pun memaksakan dirinya melakukuan amalan tersebut. Dia pun terkadang mengucapkan : ”allaahumma paksakeun...!”, dia terkesan memohon kepada Allah agar memaksanya melakukan amalan-amalan kebaikan. Padahal suatu kebaikan yang dilakukan dengan keterpaksaan tidak akan membuahkan hasil yang optimal. Pelaksanaannya pun asal-asalan, yang penting menggugurkan kewajiban. Sungguh merugi orang yang penuh keterpaksaan. Hatinya membatin, jiwanya memberontak, dan otaknya berputar-putar. Tiada ketenangan dan ketentraman baginya. Jalan hidup yang dilaluinya tidak bisa dia nikmati, malah penuh penderitaan karena keterpaksaan.
Seorang muslim yang baik akan selalu melakukan kebaikan dengan penuh ketulusan dan keikhlasan. Dia yakin keterpaksaan akan merugikan dirinya. Boleh jadi awalnya penuh dengan keterpaksaan, awalnya dia mengatakan ”allaahumma paksakeun”, tetapi muslim yang sejati akan senantiasa merubahnya menjadi sebuah keikhlasan.
Dalam melakukan kebaikan, istilah ”allahumma paksakeun” jangan sampai terucap oleh lisan seorang muslim. Semua amal shaleh yang dilakukannya harus penuh dengan ketulusan dan keikhlasan. Allah swt sudah menjanjikan pahala yang besar bagi hamba yang ikhlas beribadah kepada-Nya.
Syadad bin Al-Hadi mengatakan, seorang Arab gunung datang kepada Rasulullah saw, lalu beriman dan mengikutinya. Orang itu mengatakan, “Aku akan berhijrah bersamamu.” Maka Rasulullah saw menitipkan orang itu kepada para sahabatnya. Saat terjadi Perang Khaibar, Rasulullah saw memperoleh ghanimah (rampasan perang). Lalu beliau membagi-bagikannya dan menyisihkan bagian untuk orang itu seraya menyerahkannya kepada para sahabat. Orang itu biasa menggembalakan binatang ternak mereka. Ketika ia datang, para sahabat menyerahkan jatahnya itu. Orang itu mengatakan, “Apa ini?” Mereka menjawab, “Ini adalah bagianmu yang dijatahkan oleh Rasulullah saw”. Orang itu mengatakan lagi, “Aku mengikutimu bukan karena ingin mendapatkan bagian seperti ini. Aku mengikutimu semata-mata karena aku ingin tertusuk dengan anak panah di sini (sambil menunjuk tenggorokannya), lalu aku mati dan masuk surga.” Rasulullah saw mengatakan, “Jika kamu jujur kepada Allah, maka Dia akan meluluskan keinginanmu.” Lalu mereka berangkat untuk memerangi musuh. Setelah perang selesai, para sahabat datang dengan membopong orang itu dalam keadaan tertusuk panah di bagian tubuh yang diinginkannya. Rasulullah saw mengatakan, “Inikah orang itu?” Mereka menjawab, “Ya.” Rasulullah saw berujar, “Ia telah jujur kepada Allah, maka Allah meluluskan keinginannya.” Lalu Rasulullah saw mengkafaninya dengan jubah beliau kemudian menshalatinya. Dan di antara doa yang terdengar dalam shalatnya itu adalah: “Allaahumma haadza ‘abduka kharaja muhaajiran fii sabiilika faqutila syahiidan wa ana syahidun ‘alaihi” (Ya Allah, ini adalah hamba-Mu. Dia keluar dalam rangka berhijrah di jalan-Mu, lalu ia terbunuh sebagai syahid dan aku menjadi saksi atasnya).” (Diriwayatkan oleh An-Nasai).
Sungguh sebuah kisah nyata yang menggetarkan hati. Seorang arab gunung yang jauh dari peradaban, tetapi memiliki ketulusan dan keikhlasan yang luar biasa. Tidak ada paksaan baginya untuk ikut berperang, bahkan jika dia tidak ikut perang pun, tidak akan dipermasalahkan. Tidak ada istilah “allaahumma paksakeun” baginya. Perang yang diikutinya benar-benar karena kesadaran dan ketulusan hatinya untuk membela Islam.
Mulai saat ini, hindari keterpaksaan...!, hindari ucapan ”allaahumma paksakeun...!”. Semua aturan Allah dan aturan manusia yang sesuai dengan aturan Allah, harus ditaati dan dilaksanakan dengan penuh kesadaran, ketulusan dan keikhlasan. Jika masih merasa terpaksa, jika masih mengatakan ”allaahumma paksakeun...!”, maka bersegeralah merubah keterpaksaan dengan ketulusan dan keikhlasan sehingga pahala yang diraih semakin besar. ”Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan ikhlas (memurnikan ketaatan kepada-Nya) dalam menjalankan agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus”. (QS. Al-Bayyinah : 5).
Ingatlah selalu, bahwa Allah tidak akan memaksa hamba-Nya melakukan kebaikan. Sebab Allah tidak akan rugi walau hamba-Nya tidak berbuat kebaikan. Manusia lah yang harus menyadarkan dirinya untuk melakukan kebaikan dengan ketulusan dan keikhlasan. Perubahan harus dimulai dari diri sendiri dengan penuh keikhlasan. ” Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”. (QS. Ar-Ra’du : 11).
Semoga kita terhindar dari keterpaksaan dalam melakukan kebaikan. Amin. (wallahu a’lam).



Dari http://abnajmuzakki.blogspot.com/2010/02/allahumma-paksakeun.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar