Total Tayangan Halaman

Selasa, 09 Februari 2016

SISTEM HUKUM di INDONESIA: SEBELUM PERANG DUNIA II



A.    Latar Belakang
Pada makalah sederhana ini kami berupaya memberikan gambaran tentang keadaan sistem hukum yang berlaku di Indonesia sebelum Perang Dunia II. Sistem hukum yang berlaku pada saat itu adalah sistem hukum kolonial. Namun demikian tidak semua sistem hukum kolonial kami uraian di makalah sederhana ini. Pada makalah sederhana ini kami berpijak pada rujukan utama yaitu buku legenda hukum Indonesia yaitu Prof. Dr. R. Supomo, S.H., yang berjudul “SISTEM HUKUM di INDONESIA: SEBELUM PERANG DUNIA II” yang pertama kali terbit pada tahun 1953. Oleh karenanya sistem hukum yang akan kami uraikan pada makalah sederhana ini terbatas pada sistem hukum kolonial Belanda. Itupun terbatas pada hukum yang berlaku sesudah era VOC, yaitu era Kerajaan Belanda memerintah secara efektif dalam suatu wilayah yang dahulu dikenal dengan nama “Hindia Belanda”.
Sistem hukum tersebut memang tidak lagi efektif berlaku di Indonesia. Sistem hukum tersebut telah diganti secara radikal[1] oleh sistem hukum baru sejak berdirinya Republik Indonesia. Contoh hukum yang sudah tidak laku tersebut adalah semisal hukum mengenai susunan dan sistem pemerintahan serta hukum yang mengatur tentang sistem perundang-undangan. Juga tentang dualism sistem peradilan yang dulu berlaku kini sudah lenyap dan diganti dengan sistem kesatuan peradilan negara bagi segala golongan penduduk. Namun demikian tidak bisa serta merta kemudian dikatakan tidak ada hubungannya lagi.
Dalam lapangan akademik hukum, senantiasa ada hubungan antara hukum yang diganti dengan hukum yang mengganti. Hubungan tersebut bisa merupakan hubungan komplementer yang sifatnya melengkapi dan menyempurnakan sehingga bahkan kadang-kadang bisa berjalan beriringan. Ada pula hubungan yang bersifat substitusi alias yang baru menggantikan yang lama.[2] Sebagai catatan tambahan, hukum yang merupakan antithesis dari hukum yang lain akan senantiasa bersifat substitusi. Namun demikian tidak selalu hukum baru[3] senantiasa bersifat antithesis. Kadang-kadang hukum yang sejatinya bersifat komplementer ternyata kemudian diberlakukan untuk menggantikan[4] hukum yang lama. Hal itu karena kadang-kadang materi yang ditambahkan[5] ternyata lebih banyak daripada yang dipertahankan.
Meskipun sistem hukum telah telah berubah secara radikal, fakta empirik membuktikan bahwa perubahan sistem hukum tidak sepenuhnya terjadi secara radikal. Bahkan sebagian besar hukum-hukum yang sifatnya mendasar ternyata masih berlaku. Hukum-hukum mendasar tersebut antara lain, wetboek van strafrecht, burgerlijk wetboek, Herziene Inlands Reglement dan lain-lain.
Dalam lapangan hukum perdata, burgerlijk wetboek masih berlaku. Penyebutan burgerlijk wetboek menjadi kitab undang-undang perdata malah semakin mengesankan bahwa undang-undang tersebut telah dinaturalisasi.[6] Ke-ajeg-an keberlakukan itu tidak hanya pada undang-undangnya saja, tetapi juga pada keberlakuan sifat keberagamannya.[7] Keberlakuan itu tidak hanya pada hukum materiilnya saja (BW) tetapi juga pada hukum acaranya yaitu hukum acara perdata (Herziene Inlands Reglement yang dikenal singkat H.I.R). Untuk pemeriksaan perkara perdata, H.I.R masih berlaku secara mutatis mutandis[8], sedangkan untuk pemeriksaan perkara pidana, H.I.R. harus dipakai sebagai pedoman. Menyedihkan memang tapi begitulah kenyataannya.
Dalam lapangan hukum pidana, Wetboek van strafrecht pun masih berlaku. Sebenarnya upaya untuk mengubah WvS ini sudah berkali-kali dilakukan namun hingga kini nampaknya tak kunjung membuahkan hasil. Pada pemerintahan saat ini[9], upaya pembaruan ini masih berjalan melanjutkan pembahasan RUU KUHP yang diajukan (dan sudah dibahas namun tidak selesai) oleh pemerintahan sebelumnya[10]. Hal yang dirasakan sangat mengenaskan adalah penggunaan hukum kolonial pada penjatuhan pidana seakan-akan hukuman pidana tersebut dijatuhkan oleh aparat kolonial dengan “pemerintah yang bertindak sebagai kolonialis”.[11]
Memang benar perkataan Karl Mannheim dalam bukunya “Man and Society in an age of reconstruction”, bahwa meski di jaman revolusi adalah suatu kenyataan, hal-hal yang lama dan hal-hal yang baru adalah campur-baur. (even in so called revolutionary the old and the new are blended).
Jika dikaitkan dengan teori Rescoe Pound[12] bahwa hukum adalah alat rekayasa sosial (law as a tool of social engineering) maka ada juga pemikiran bahwa jangan-jangan masyarakat Indonesia ini didesain agar tetap berpola sebagaimana masyarakat tahun 1800-an. Karena bisa undang-undang yang bersifat mendasar seperti KUH Pidana, KUH Perdata dan KUHA Perdata-nya masih menggunakan UU abad 18 maka mau-nggak­-mau perilakunya (termasuk pola pikirnya) pun mencerminkan jiwa hukum abad 18.[13] Hal-hal tersebut-lah yang kemudian ditengarai sebagai salah satu penghambat kemajuan Indonesia.
Dengan demikian, supaya kita menginsafi betul jalannya perkembangan proses pembaharuan sistem hukum di Indonesia, maka perlulah kita untuk mengetahui sistem hukum yang lama. Dengan mengenal sistem hukum yang lama itu kita dapat menganalisis, seberapa jauh sistem itu mempengaruhi hukum baru.
Mudah-mudahan, makalah sederhana ini dapat menjawab pertanyaan besar yaitu bagaimana gambaran mengenai sistem hukum yang diwariskan oleh pemerintahan kolonial pada era Hindia Belanda.

B.     Pembahasan
1.      Rakyat Indonesia
a.      Kaulanegara Belanda dan orang asing
Kewarga-negaraan Belanda
Landasan hukum yang digunakan adalah UU 28 Juli 1850 staatsblad No. 44 yang kemudian diubah dengan UU 3 Mei 1851 S. No. 46 dan pasal 5 BW tahun 1838. Undang-undang tersebut adalah yang pertama memuat ketentuan-ketentuan tentang kebangsaan belanda. Dalam undang-undang tersebut ditentukan pemakaian hak-hak kewarga-negaraan. Sedangkan pengaturan pada BW adalah acuan yang mengatur mengenai hak dan kewajiban yang lain.
B.W. menganut asas daerah kelahiran (ius soli). Pada ketentuan pasal 5 no. 1 disebutkan bahwa “siapa saja yang di dalam kerajaan atau daerah-daerah jajahannya dilahirkan dari orang tua yang bertempat tinggal tetap di sana adalah orang belanda”. Pada pasal 5 no. 3 ditambahkan ketentuan, “semua anak yang dilahirkan di dalam kerajaan belanda, dari orang tua yang tidak bertempat tinggal tetap di sana, adalah orang belanda, jika mereka sendiri (anak tersebut, penulis) bertempat tinggal tetap di sana (wilayah yuridiksi[14] belanda, penulis)”.
UU 28 Juli 1850 (S. No. 44) pada dasarnya juga berasaskan ius soli sampai berlakunya UU 12 Desember 1892 (S. No. 268). Menurut pasal BW Bld. Mereka yang lahir di Hindia Belanda adalah juga orang Belanda. Hal tersebut berpengaruh besar karena berkaitan dengan perlindungan diplomatik di luar negeri. Orang-orang yang dilahirkan dalam “negara”, tidak dapat diserahkan karena hal itu hanya dapat dilakukan terhadap orang asing (Sabda Raja tanggal 8 Mei 1883, S. 1883 No. 188). Akan tetapi untuk urusan dalam negeri[15], kebangsaan belanda bagi orang-orang yang dilahirkan di dalam negeri hampir tidak mempunyai arti sama sekali, karena dasar melakukan hak di Hindia Belanda adalah bukan kedudukan sebagai orang belanda, melainkan kedudukan sebagai penduduk negeri belanda.
Perubahan asas ius soli menjadi ius sanguinis dimulai ketika UU tanggal 12 Desember 1892 berlaku efektif di Hindia Belanda. Meski menganut ius sanguinis, UU tersebut tidak menghapuskan ius soli sama sekali. Asas ius soli masih dapat digunakan dalam rangka menghindarkan status kewarga-negaraan rangkap maupun nihil. Menurut UU tersebut, dasar untuk memperoleh kebangsaan Belanda adalah kelahiran, pengedahan, perkawinan dan naturalisasi. Menurut UU ini, anak sah, anak yang sidahkan dan anak luar kawin yang diakui ayahnya dari orang belanda adalah orang belanda dengan tidak memandang tempat kelahirannya.
Asas daerah kelahiran (ius soli) diberlakukan bagi anak luar kawin yang tidak diakui oleh ayah maupun ibunya.[16] Asas tersebut juga berlaku untuk anak-anak pungutan yang diketemukan atau dibuang di kerajaan belanda.[17]
Hal lain yang bisa menjadi dasar untuk menjadi warga negara belanda adalah dengan perkawinan. Namun demikian dasar hukum ini sangat bias jender dan beraroma busuk menyengat. Dijelaskan bahwa perkawinan perempuan asing dengan orang belanda dengan sendirinya mengubah status perempuan tersebut menjadi warga negara belanda. Kewarga-negaraan tersebut tetap berlaku meski perkawinan telah putus. Akan tetapi lewat satu tahun setelah perkawinan tersebut diputuskan, ia dapat melepaskan kebangsaan belanda itu.
Orang asing
Menurut pasal 12 dari undang-undang kedudukan kaulanegara tahun 1892, semua orang yang bukan orang belanda atau bukan kaulanegara belanda adalah orang asing.
Dalam lapangan hukum tata negara dan hukum administrasi negara, kedudukan orang asing ditegaskan bahwa semua orangyang ada dalam Hindia Belanda berhak menuntut perlindungan untuk diri dan harta-bendanya. Namun pada orang asing tidak mendapatkan hak-hak istimewa dan kewajiban-kewajiban khusus. 
Hak-hak istimewa itu adalah semisal: (1) hak menjadi pegawai negeri/pejabat publik[18], (2) hak memilih dan dipilih , (3) hak menjadi anggota partai politik, (4) hak menangkap ikan di pantai, (5) hak diperkenankan menjadi pengusaha pertanian, (6) dan hak-hak istimewa lainnya.
Kewajiban khusus itu adalah semisal kewajiban masuk tentara dan kewajiban bekerja dalam jabatan sipil. Walaupun judulnya kewajiban namun kewajiban tersebut sebenarnya adalah keistimewaan (privilege). Karena tak terbayangkan dampaknya bila ada orang asing diperkenankan ikut masuk tentara misalnya.
Pada prinsipnya, setiap hak istimewa yang hanya diberikan pada kaula negara belanda bisa dimaknai secara a contrario[19] sebagai larangan bagi orang asing. Namun demikian ada larangan-larangan lain yang dibebankan pada orang asing semisal (1) adanya kewajiban izin kerja bagi orang asing yang hendak bekerja, (2) orang asing tidak diperkenankan meminta konsesi tambang,[20] (3) dalam hal mengajukan gugatan perdata wajib memberikan jaminan biaya perkara, (4) dalam hal berutang kepada kaulanegara belanda, orang asing dapat dikenakan paksa badan, (5) dan berbagai hal lain yang menyulitkan orang asing.
b.      Penduduk negara dan bukan penduduk negara
Menurut pasal 160 ayat (2) “Indische Staatsregeling”, penduduk Hindia Belanda adalah mereka yang dengan sah bertempat tinggal tetap di sana. Yang dimaksud “SAH” adalah tidak bertentangan dengan ketentuan mengenasi masuk dan mengadakan tempat tinggalnya yang tetap di Hindia Belanda. Pasal 160 ayat (6) “Indische Regeling” juga menerangkan bahwa kedudukan sebagai penduduk negara[21] yang terdapat di peraturan yang lain, hanya berlaku terbatas pada hal-hal yang diatur dalam peraturan-peraturan itu.
Menurut ketentuan, orang belanda yang orang tuanya tidak bertempat tinggal tetap di Indonesia waktu lahirnya dan tidak dikirimkan oleh negara ke Hindia Belanda dan orang asing. Selama belum ditetapkan sebagai penduduk negeri maka memerlukan izin masuk ke Indonesia.
Orang-orang dengan cara tersebut dapat tinggal di Hindia Belanda paling lama 2 (dua) tahun. Selanjutnya dalam periode 2 (dua) tahun tersebut, izin dapat diperpanjang 2 (dua) kali untuk masa 1 (satu) tahun pada setiap perpanjangan. Kemudian terakhir dapat diperpanjang paling lama 6 (enam) tahun. Sesudah itu tidak ada lagi izin perpanjangan.
Izin untuk bertempat tinggal tetap diberikan oleh Gubernur-Jenderal atau Residen. Untuk bertempat tinggal tetap di Jawa dan Madura izin diajukan/ditetapkan oleh Gubernur Jenderal. Izin bertempat tinggal di luar Jawa dan Madura diajukan/ditetapkan oleh Residen[22]. Dalam prakteknya izin tidak akan dipertimbangkan bila belum lewat 9 (Sembilan) tahun dari waktu berlakunya kartu masuk yang diberikan ketika masuk ke Hindia Belanda. Ketentuan izin tersebut dikecualikan kepada para ahli hukum dari negeri Belanda yang ingin menjadi advokat di Hindia Belanda karena bertempat tinggal tetap adalah syarat untuk menjadi advokat di Hindia Belanda.
c.       Orang eropa, bumiputera dan orang timur asing
Hindia belanda pada masa itu menganut kodifikasi hukum yang disimpang-simpangkan sehingga yang nampak dan terasa betul adalah pluralisme hukum. Subyek hukum pada saat itu dibeda-bedakan menjadi 3 (tiga) golongan rakyat[23]. Setiap orang (termasuk orang asing) yang mempunyai sangkut-paut hukum dengan Hindia Belanda dimasukan ke dalam salah satu dari golongan-golongan tersebut. Pada pokoknya pembedaan itu didasarkan pada jenis kebangsaan (khususnya ciri fisik) sehingga dikataskan ada “ras-diskriminasi[24]”. Diskriminasi tersebut kemudian mengarah pada diskriminasi agama.[25] Pada umumnya golongan eropa mempunyai kedudukan kelas satu sehingga menyebabkan sakit hati golongan yang lain bahkan mendorong terjadinya perpindahan agama menjadi kristen.
Orang eropa:
Sebetulnya pasal 163 “Indische Staatsregeling” tidak mendefisinikan “siapa” orang eropa itu melainkan siapa saja yang tunduk pada ketentuan-ketentuan orang eropa. Yang termasuk golongan orang eropa adalah:
(1)   semua orang belanda;
(2)   semua orang (selain orang belanda) yang berasal[26] dari eropa;
(3)   semua orang jepang[27];
(4)   semua orang yang berasal dari tempat selain eropa yang di negerinya tunduk pada hukum keluarga[28] yang pada pokoknya berdasarkan asas-asas yang sama dengan hukum belanda;
(5)   anak sah atau yang diakui menurut undang-undang dan keturunan dari (2), (3), (4) yang lahir di Hindia Belanda;
(6)   orang yang dipersamakan dengan orang eropa[29].
Timur Asing:
Golongan timur asing dirumuskan secara negatif[30]. Singkatnya mereka yang tidak masuk golongan eropa dan bumiputera[31] masuk dalam golongan timur asing. Meskipun semisal dia adalah orang barat semisal warga negara Turki, meski berwajah eropa dan negaranya berada di sebelah barat Hindia Belanda, tetaplah ia masuk golongan timur asing. Hal ini dimaksudkan untuk mengantisipasi ada orang yang tidak masuk ke dalam golongan rakyat. Dengan demikian bila ada orang belanda (secara fisik) sekalipun jakalau ayah dan ibunya tidak diketahui (secara hukum) maka dia dipandang sebagai golongan timur asing.
Pribumi/ bumiputera:
Secara umum yang termasuk golongan bumiputera adalah rakyat pribumi dari Hindia-Belanda. Pribumi tidak berarti dilahirkan dan dibesarkan di Indonesia atau dilahirkan oleh orang Indonesia sebab kalo demikian maka orang-orang Indo-Tinghoa dan Indo-eropa harus juga dimasukan dalam golongan bumiputera. Pribumi tidak hanya sebatas dilahirkan dan dibesarkan di Indonesia tetapi dibatasi bahwa pribumi ini adalah hanya orang Indonesia asli[32].
Selain karena kelahiran (gen dna), cara lain menjadi bumiputera adalah dengan “percampuran”. Mula-mula kemungkinan perubahan dari golongan eropa atau golongan timur asing ke golongan bumiputera dianggap tidaklah mungkin terjadi.[33] Karena itu peraturannya tidak diadakan yang kemudian berakibat pengaturannya pun tidak dimungkinkan. Karena itu pula Gubernur Jenderal tidak dapat mengembalikan status “eropa staatsblad” ke dalam golongan rakyat semua.[34] Karena itu disusunlah aturan pencampuran. Pencampuran itu terjadi bila ada orang eropa atau timur asing memeluk agama islam maka seketika itu pula dia beralih golongan ke dalam golongan bumiputera.
Peralihan dari golongan rakyat yang satu kepada yang lain selanjutnya adalah:
1)    naturalisasi;
2)    kawin campur;
3)    pengakuan dan pengesahan.
d.      Orang belanda, kaulanegara pribumi-bukan orang belanda dan kaulanegara mancabumi-bukan orang belanda
Untuk susunan dan pemilihan lembaga-lembaga perkawinan, rakyat indonesia dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu:
Ø  Orang belanda
Ø  Kaula negara pribumi-non belanda
Ø  Kaulamancabumi-non belanda
Dalam praktik perbedaan ini linier dengan pembedaan berdasarkan pasal 163 I.S. Perbedaannya hanya soal hak pilih. Kaulanegara orang eropa yang bukan belanda termasuk golongan yang sama dengan orang timur asing. Orang-perseorangan yang sesuai ayat 5 pasal 163 I.S. dipersamakan dengan orang eropa, termasuk golongan kaula-negara bukan orang Belanda (pribumi atau mencabumi).
2.      Urusan Hukum
a.      Peradilan Gubernemen
Peradilan gubernemen menggunakan asas dualisme di dalam penyelenggaraan hukum. Ada pengadilan eropa dan pengadilan bumiputera. Yang menentukan pembedaan pengadilan adalah golongan rakyat yang berkedudukan sebagai tergugat atau terdakwa. Bila tergugat atau terdakwa adalah orang eropa maka pengadilan eropa yang memeriksa dan memutus perkara. Bila tergugat atau terdakwa adalah golongan bumiputera maka pengadilan bumi putera yang memeriksa dan memutus perkara. Adapun orang timur asing diadili pada pengadilan eropa pada perkara perdata. Dalam perkara pidana orang timur asing diadili pada pengadilan bumiputera.
Pengadilan-pengadilan adalah:
1)      Residentiegerecht
2)      Raad van Justitie
3)      Hooggerechtshof
Pengadilan-pengadilan bumiputera:
1)      Districtgerecht
2)      Regentschapsgerecht
3)      landraad
Terobosan terhadap asas dualistis ialah pembentukan suatu pengadilan bagi semua golongan rakyat untuk mengadili perbuatan pidana kecil-kecil, “landgerecht” namanya.
Forum privilegiatum untuk bumiputera diadakan dalam hal kedudukannya atau pangkatnya harus menghadap kepada hakim yang lebih tinggi daripada menurut ketentuan-ketentuan biasa dari peraturan susunan kehakiman.
Koneksitas juga diberlakukan dalam hal orang-orang yang berkedudukan sebagai tergugat atau terdakwa berada pada berbagai tingkatan maka mereka diadili oleh pengadilan yang tertinggi di antara pengadilan-pengadilan mereka.
b.      Peradilan Pribumi
Pada pokoknya peradilan pribumi itu tidak lain adalah suatu sistem peradilan gubernemen yang disederhanakan. Untuk urusan hukum pribumi, hakim-hakimnya dibagi menjadi hakim desa dan hakim yang lebih tinggi. Ada kalanya dibentuk hakim agama. Dengan persetujuan Direktur Kehakiman di Jakarta, Residen mengundangkan peraturan-peraturan untuk mengatur susunan dan kekuasaan mengadili menurut perkara dan daerah dari masing-masing pengadilan pribumi.
Sistem peradilan ini mengandung 2 (dua) kelemahan pokok yaitu:
                                          1)            Pada pokoknya peradilan ini dijalankan oleh pegawai-pegawai pemerintahan;
                                          2)            Peradilan dilakukan oleh orang-orang yang bukan ahli hukum.
c.       Peradilan Swapraja
Peradilan ini hanya mempunyai kekuasaan untuk mengadili keluarga sedarah dan keluarga karena perkawinan sampai dengan pupu ke empat dari raja-raja dan pegawai-pegawai tertinggi dari raja. Kaula selainnya termasuk yuridiksi peradilan gubernemen. Daerah-daerah swapraja di luar jawa dan Madura mempunyai hak melakukan peradilan atas kaulanya sendiri, kecuali mengenai golongan perkara-perkara tertentu.
d.      Peradilan Agama
Untuk mencegah syariah islam agar tidak melebar kemana-mana maka dibentuklah peradilan agama. Jadi jelas bahwa peradilan agama ini tidak untuk semua agama melainkan khusus untuk agama islam.[35] Kriteria untuk pengadilan agama ini adalah:
                                          1)            Perkaranya[36] harus antara orang islam, artinya semua pihak yang bersengketa harus orang islam.
                                          2)            Menurut hukum adat mereka perkara itu harus diajukan kepada hakim agama.
e.       Peradilan Desa
Politik hukum adat baru dari pemerintah hindia belanda yang dijalankan sejak tahun 1928 di bawah pengaruh ahli-ahli hukum adat[37] sehingga hukum adat mulai banyak mendapat perhatian.
Menurut pasal 3a R.O.[38]:
                                          1)            Perkara-perkara yang pemeriksaannya menurut hukum adat menjadi wewenang hakim dari masyarakat hukum kecil-kecil (hakim-hakim desa) tetap diserahkan kepada pemeriksaan mereka itu.
                                          2)            Hal yang ditentukan dalam ayat di muka ini sekali-kali tidak mengurangi wewenang dari pihak-pihak untuk setiap waktu menyerahkan perkaranya kepada pemutusan hakim-hakim[39] yang dimaksud dalam pasal-pasal 1, 2 dan 3.
                                          3)            Hakim-hakim yang dimaksud dalam ayat pertama mengadili menurut hukum adat. Mereka tidak boleh mengenakan hukuman[40].[41]
3.      Hukum Materiil dan Hukum Acara Pengadilan
a.       Peradilan gubernemen
Dalam hal kebutuhan masyarakat menghendaki maka pembentuk ordonansi dapat:
                                          1)            Menyatakan bahwa hukum yang berlaku bagi orang eropa dengan tiada perubahan atau dengan perubahan seperlunya juga berlaku terhadap seluruh golongan rakyat Hindia Belanda atau terhadap bagian-bagian tersendiri dari golongan itu dan terhadap orang timur asing atau bagian-bagian tersendiri dari golongan ini.
                                          2)            Ataupun mengadakan aturan-aturan bersama yang berlaku bagi orang Hindia Belanda dan timur asing atau bagian-bagian tersendiri dari mereka itu bersama-sama dengan orang eropa.
Dalam hal kebutuhan masyarakat menghendaki demikian atau berdasarkan kepentingan umum, pembentuk ordonasi dapat mengadakan hukum yang berlaku bagi orang hindia belanda dan orang timur asing atau bagian-bagian tersendiri dari golongan-golongan itu, yang bukan hukum adat, bukan hukum eropa, melainkan hukum yang diciptakan oleh pembentuk undang-undang sendiri.
b.      Peradilan pribumi
Pasal 131 ayat 5 I.S. mengatakan bahwa ordonasi-ordonansi yang berdasarkan pasal itu dalam daerah dengan peradilan pribumi hanya berlaku sekedar dapat berdampingan dengan itu. Hal itu berarti ordonansi-ordonanasi tidak dapat begitu saja diberlakukan oleh pengadilan-pengadilan pribumi. Dalam pengadilan pribumi berlaku peradilan sendiri baik formil maupun materiil.
c.       Peradilan swapraja
Dalam perkara perdata:
                                          1)            Hukum adat dan aturan undang-undang yang ditetapkan oleh pemerintah daerah swapraja diumumkan dalam pranatan/rijksblad.
                                          2)            Peraturan umum yang memuat aturan hukum perdata, sekedar aturan-aturan itu berlaku terhadap rakyat Indonesia dalam daerah Gubernemen, kecuali jika berlakunya itu oleh peraturan sendiri atau oleh Gubernur-Jenderal dikecualikan seluruhnya atau sebagian.
Dalam perkara pidana:
                                          1)            Wetboek van Strafrecht dan peraturan-peraturan umum lainnya mengenai hukum pidana umum, kecuali ditentukan sebaliknya oleh Gubernur Jenderal.
                                          2)            Peraturan pemerintah daerah swapraja sepanjang mengenai hal-hal yang diatur dalam peraturan-peraturan umum yang berlaku.
Adapun hukum acara pengadilan-pengadilan daerah swapraja diatur oleh pemerintah daerah swapraja. Pada umumnya hukum acara pengadilan swapraja sesuai dengan hukum acara pengadilan-pengadilan pribumi.
d.      Peradilan agama
Hukum materiil yang harus berlaku dalam pengadilan agama adalah hukum islam.  Hukum acara yang harus berlaku dalam pengadilan agama adalah hukum islam.  Jikalau suami-isteri orang islam menundukan diri atas kemauan sendiri kepada hukum eropa maka berlaku Burgerlijk Wetboek.
e.       Peradilan desa
Para hakim desa memberlakukan hukum adat baik formil maupun materiilnya. Mereka juga hanya diperkenankan memberlakukan hukuman kecil-kecil dengan larangan keras mengambil tindakan yang ada di dalam WvS.
4.      Penundukan atas kemauan sendiri kepada hukum perdata eropa
Ada empat jenis penundukan yaitu:
a.       Penundukan untuk seluruhnya sehingga hukum perdata dan hukum dagang eropa berlaku sepenuhnya.[42]
b.      Penundukan sebagian artinya penundukan tersebut hanya terbatas pada bagian-bagian dari hukum perdata eropa yang menurut undang-undang diberlakukan kepada orang timur asing non-tionghoa.
c.       Penundukan untuk suatu perbuatan hukum tertentu sehingga yang berlaku padanya hanya ketentuan-ketentuan hukum eropa yang mengatur perbuatan hukum itu dan ketentuan-ketentuan yang langsung berhubungan dengan itu.[43]
d.      Penundukan anggapan.[44]
Menurut riwayat terjadinya lembaga ini, maksud pembentukan undang-undang ini ialah supaya mereka yang terasing dari hukumnya sendiri mendapatkan kesempatan untuk menggunakan hukum perdata eropa.
5.      Asas-asas terpenting dari tatanan hukum
a.       Asas-asas Burgerlijk Wetboek Hindia Belanda
Asas-asas yang menguasai sistem Code Civil Perancis seluruhnya dimasukan ke dalam sistem BW Belanda yang kemudian diberlakukan di Hindia. Asas-asas terpenting adalah:
                                          1)            Anggapan individualistis terhadap hak eigendom[45]
                                          2)            Kebebasan berkontrak
                                          3)            Sifat sekularisme, dengan kata lain agama bukanlah suatu unsur hukum[46]
                                          4)            Hukum keluarga berlaku tatanan matrimonial dan ketidakmampuan bertindak dari wanita yang bersuami
                                          5)            Dalam perkawinan berlaku asas monogami
b.      Asas-asas Reglement op de Burgerlijke Rechtsvordering Eropa
Pada pokoknya mengikuti Code de procedure Civile Perancis.
c.       Asas-asas Wetboek van Strafrecht
                                          1)            Subyek hukum adalah orang baik manusia maupun badan hukum yang cakap melakukan tindakan hukum;
                                          2)            Tiada hukuman tanpa kesalahan;
                                          3)            Tiada kesalahan tanpa undang-undang;
                                          4)            Pembedaan pelanggaran dengan kejahatan.
d.      Asas-asas Reglement de op Strafvordering (hukum acara pidana)
                                          1)            Badan penuntut umum memegang monopoli penuntutan.[47]
                                          2)            Asas oportunitas artinya badan penuntutan umum berwenang tidak melaksanakan penuntutan bila tidak ada manfaat bagi masyarakat atau bila malah berdampak negatif terhadap masyarakat.
                                          3)            Pemeriksaan permulaan bersifat inquisitoir[48] sedangkan pemeriksaan pada sidang pengadilan cenderung accusatoir[49].
                                          4)            Prosedur pembuktian berlaku sistem negatif menurut undang-undang.[50]
                                          5)            Tidak mengenal peradilan “juri”
e.       Beberapa asas hukum adat materiil[51]
                                          1)            Sifat kebersamaan (communal)
                                          2)            Bercorak “magis-relijius” sesuai dengan pandangan hidup alam
                                          3)            Hukum adat cenderung bersifat konkret dan berulang
                                          4)            Hukum adat bersifat visual.[52]
                                          5)            Dibentuk dari putusan-putusan yang terdahulu.[53]
f.       Hukum Acara perdata landraad[54]
                                          1)            Hakim bersifat aktif[55]
                                          2)            Seluruh acara diadakan dengan lisan[56]
g.      Hukum Acara regentchapsgerecht dan districtsgerech di Jawa
Hampir tidak ada aturannya yang berarti hampir sama dengan peradilan bebas dan pembuktian bebas.
h.      Hukum acara perdata pengadilan pribumi di luar jawa dan Madura
Lebih bebas daripada hukum acara perdata di landraad. Aturan-aturan adat berlaku sepanjang tidak ada aturan udang-undang yang mengatur. Jika aturan adat pun tidak ada maka bebas dalam pemilihan dan penghargaan alat bukti.
i.        Hukum acara perdata pengadilan swapraja
Secara umum diatur sama dengan hukum acara perdata pengadilan pribumi.
j.        Hukum acara pidana landraad
                                          1)            Dalam daerah-daerah di Jawa dan Madura dimana Inlands Reglement berlaku tidak ada pemisahan penuntut umum dengan pegawai-pegawai pemerintahan.
                                          2)            Perkara-perkara ringan yang menurut pendapat jaksa tidak akan dijatuhi hukuman pokok lebih dari 1 (satu) tahun penjara dapat diajukan dengan acara singkat tanpa formalitas apa-apa. Dakwaan pun dilakukan dengan lisan.
                                          3)            Terdakwa tidak berhak atas bantuan hukum seorang ahli
                                          4)            Pembuktiannya seperti hukum acara eropa
k.      Hukum acara pidana landgerecht
                                          1)            Tidak ada badan penuntut umum
                                          2)            Pemeriksaan permulaan bergantung pada golongan rakyat tersangka
                                          3)            Hak menjalankan putusan ada pada asisten residen atau magistraat
                                          4)            Acara singkat hanya bila tertangkap tangan
                                          5)            Pembuktian negatif menurut undang-undang yang lebih disederhanakan
l.        Hukum acara pidana pengadilan pribumi
Dalam lingkungan peradilan pribumi perkara tidak dibagi-bagi menurut hukum pidana atau perdata. Pemeriksaan diselesaikan secara keseluruhannya.
m.    Hukum acara pidana pengadilan swapraja
Hukum acara pidana pengadilan swapraja sama dengan pengadilan pribumi secara mutatis-mutandis[57].
C.    Penutup
Dari uraian sederhana tersebut di atas maka dapat kita ambil beberapa kesimpulan yaitu:
1.      Rakyat Indonesia
Hindia Belanda bukanlah suatu negara, oleh karena itu maka secara otomatis tidak memiliki warga negara sendiri.[58] Isi negeri Hindia Belanda yang bukan orang asing adalah “kaulanegara Belanda”. Orang-orang yang bertempat tinggal di daerah Hindia Belanda menurut hukum Hindia Belanda dapat digolongkan sebagai berikut:
a.       Kaulanegara Belanda dan orang asing;
b.      Penduduk negara dan bukan penduduk negara;
c.       Orang eropa, bumiputera dan orang timur asing;
d.      Orang belanda, kaulanegara pribumi-bukan orang belanda dan kaulanegara mancabumi-bukan orang belanda.
2.      Urusan Hukum
Di Hindia Belanda tidak ada peraturan hukum yang seragam tentang urusan hukum. Di dalam lingkungan berbagai peraturan terdapat berbagai tatanan yang sangat meruwetkan hukum Hindia Belanda. Ada 5 (lima) buah tatanan peradilan yaitu:
a.       Pertama, tatanan peradilan gubernemen
b.      Kedua, peradilan pribumi
c.       Ketiga, peradilan swapraja
d.      Keempat, peradilan agama
e.       Kelima, peradilan desa.
3.      Hukum Materiil dan Hukum Acara Pengadilan
a.       Peradilan gubernemen
Hukum materiil dan hukum formil (hukum acara) yang berlaku pada pengadilan Gubernemen adalah sistem hukum dualistic atau pluralistic.
b.      Peradilan pribumi
Dalam ordonansi tentang peradilan pribumi, ditetapkan beberapa aturan hukum acara yang kata-katanya disusun dengan hati-hati dan lunak supaya bersesuaian dengan hukum adat.
c.       Peradilan swapraja
Kaula daerah swapraja menghadap hakim gurbernemen kecuali golongan keluarga sedarah dan keluarga semenda dan beberapa pegawai tinggi yang tunduk pada peradilan daerah swapraja. Akan tetapi hukum perdata dan pidana materiil untuk semua kaula daerah swapraja sama. Tidak peduli apakah mereka masuk yurisdiksi hakim gubernemen atau hakim daerah swapraja.
d.      Peradilan agama
Hukum materiil dan formil yang harus berlaku dalam pengadilan agama adalah hukum islam kecuali bila ada penundukan diri kepada hukum eropa.
e.       Peradilan desa
Berlaku hukum adat baik materiil maupun formil.
4.      Penundukan atas kemauan sendiri kepada hukum perdata eropa
Untuk golongan orang Hindia Belanda berlaku hukum perdata adat sepanjang aturan-aturan undang-undang tidak berlaku bagi mereka. Dengan ketentuan pasal 131 ayat 4 I.S. orang-orang Hindia Belanda dapat menghapuskan keberlakuan hukum adat dengan jalan menundukan diri atas kemauan sendiri kepada hukum perdata eropa. Penundukan tersebut diatur lebih lengkap dalam sabda raja tanggal 15 Desember 1916, S. 1917 No. 12 yang diubah dengan S. 1926 No, 360.
5.      Asas-asas terpenting dari tatanan hukum sebelum perang yang berlaku di Hindia Belanda adalah sejauh mungkin meneladani hukum yang berlaku di Kerajaan Belanda.


Daftar Pustaka
R. Supomo, 1953, SISTEM HUKUM di INDONESIA: Sebelum Perang Dunia II, Pradnya Paramita, Jakarta.



[1] Perubahan Radikal adalah perubahan yang secara mendasar (sampai kepada hal yang prinsip). Perubahan  yang menyangkut konstitusi tentu adalah perubahan radikal karena konsitusi adalah undang-undang dasar. Dalam konteks ini, perubahan UUD yang dimaksud adalah munculnya UUD NRI 1945 dari sebelumnya tanpa UUD.
[2] Lex posterior derogate legi priori.
[3] Hukum yang menggantikan hukum yang lama.
[4] Mengganti dalam perspektif legisme-positivistik adalah mencabut undang-undang lama.
[5] Substansi/materi hukum yang ditambahkan tidak hanya terbatas pada penambahan ketentuan atau aturan pada pasal-pasal, tetapi juga penghapusan pasal-pasal tertentu dalam undang-undang yang diubah.
[6] Hal yang sama juga terjadi pada wetboek van strafrecht yang kini lebih dikenal dengan nama Kitab Undang-Undang Pidana.
[7] Di masa lalu keberagaman hukum itu diistilahkan penggolongan hukum, di masa kini istilah penggolongan hukum itu lebih sering disebut pluralisme hukum.
[8] Dengan perubahan yang perlu-perlu.
[9] Pemerintahan Kabinet Kerja Jokowi-Jusuf Kalla, periode 2014-2019
[10] Pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu II, SBY-Boediono, periode 2009-2014
[11] Government acting as colonialist. Frasa “pemerintah yang bertindak sebagai kolonialis” lebih tepat bila disajikan dalam Bahasa inggris, yaitu “Government acting as colonialist”.
[12] Pakar botani Amerika yang belajar hukum secara otodidak namun diakui sebagai salah satu pemikir hukum yang berpengaruh baik di Amerika maupun di Indonesia.
[13] Hukum memiliki daya ikat dan daya paksa. Hal tersebut mampu memaksakan perilaku/sikap tindak para subyek hukum (orang) untuk menyesuaikan dengan tuntunan/tuntutan hukum yang mengikatnya. Hal tersebut membuat norma hukum menjadi memiliki superioritas atas 3 (tiga) norma yang lain semisal norma agama, norma kesusilaan, dan norma kesopanan. Pada press conference kasus “papa minta saham”, Presiden Jokowi menambahkan norma baru yaitu norma kepatutan. Namun demikian perlu diingat bahwa norma hukum tidak hanya terbatas pada norma hukum tertulis namun juga meliputi norma hukum tidak tertulis semisal hukum adat, hukum kebiasaan (customary law) bahkan hukum keluarga sendiri serta hukum-hukum lain.
[14] Wilayah hukum atau tempat-tempat atau daerah-daerah yang di dalamnya berlaku suatu hukum. Semisal yuridiksi Indonesia adalah seluruh tempat atau wilayah atau daerah yang di dalamnya berlaku hukum Indonesia.
[15] Urusan sipil dalam negeri.
[16] Maksudnya anak-anak yang dalam arti hukum (de jure) tidak diketahui orang tuanya.
[17] Maksudnya anak-anak yang dalam kenyataan (de facto) tidak diketahui orang tuanya.
[18] Termasuk pejabat publik yang tidak digaji negara semisal notaris, advokat bahkan untuk menjadi pegawai/pekerja/usahawan sektor privat pun ada diberikan kesulitan tersendiri. Semua itu adalah dalam rangka perlindungan kepentingan dalam negeri.
[19] Penafsiran hukum a contrario adalah pemaknaan dengan makna sebaliknya dalam hal kondisi berlawanan. Misal pada lapangan hukum perdata, karena secara tertulis kewajiban masa tunggu (iddah) kawin paska cerai hanya dibebankan pada wanita maka meskipu tidak ada keterangan tertulis, laki-laki tidak dibebankan masa tunggu. Contoh pada lapangan hukum pidana adalah karena kewajiban menyidik dibebankan pada penyidik baik penyidik polri maupun penyidik ASN (termasuk jaksa penyidik) maka tidak ada penyidik swasta (private investigator/detective) dalam yuridiksi hukum Indonesia.
[20] Seandainya peraturan ini tetap dipertahankan maka bisa dipastikan tidak ada penguasaan asing atas tambang Indonesia semisal yang dilakukan oleh Freeport, Exxon, Newmont dan lain-lain.
[21] Negara dalam konteks ini jangan diartikan sebagaimana makna country/nation tapi hanya sebatas state(s).
[22] Sekarang istilah tersebut adalah Kepala Bakorwil.
[23] Rakyat yang dimaksud di sini bukanlah rakyat dalam artian ilmu negara atau politik yang menjadi syarat berdirinya negara melainkan rakyat dalam artian kumpulan orang-orang (peoples) yang menduduki kasta-kasta tertentu.
[24] Yang kini dikenal dengan istilah rasisme
[25] Besar kemungkinan bahwa hal ini terkait dengan slogan kolonialisme gold, gospel, glory. Slogan gospel adalah lambing upaya kolonialis untuk menyebarkan ajaran gospel (injil.
[26] Berasal ini hendaknya jangan dianggap tempat kediaman yang terakhir sebelum ke Hindia Belanda. Makna kata “berasal” adalah mereka yang berkewarga-negaraan eropa.
[27] Ini terkait dengan perjanjian dagang dan pelayaran antara Kerajaan Belanda dengan Kerajaan Jepang pada tahun 1898 (S. No. 49)
[28] Asas dari hukum keluarga belanda adalah: a. Monogami, b. pembatasan belum cukup umur dan sudah cukup umur berdasarkan undang-undang, c. perbedaan kedudukan hukum antara anak sah dan anak luar kawin, d. sistem hubungan kerabat, e. pengakuan kepribadian sendiri dari anak dan istri. Sebagian besar asas hukum ini merupakan antithesis hukum keluarga islam.
[29] Mengingat kedudukan status orang eropa ini mendapatkan privilege yang cukup signifikan maka banyak orang yang berupa mendapatkan status orang eropa. Kedudukan orang eropa itu bisa diraih antara lain dengan cara masuk kristen (sesuai misi gospel) atau melalui perkawinan. Dampak signifikan dari aturan ini adalah banyaknya migrasi orang Indonesia dan Thionghoa ke dalam agama kristen. Ketika syarat agama ini diubah menjadi syarat kecakapan, banyak orang (khususnya jawa) yang kemudian kecele karena sudah terlanjur masuk kristen namun tidak lagi mendapat status orang eropa. Sehingga ada ungkapan “londo durung, jowo wurung“(belum jadi belanda tapi sudah batal jadi orang jawa).
[30] Yang dimaksud negatif bukanlah negatif dalam artian citra atau nilai melainkan dengan metode menegatifkan dengan menggunakan teori residu. Penggunakan teori residu ini dapat digambarkan dalam rumusan: bila seluruh rakyat digolongkan dalam a, b, c. Golongan a memiliki definisi yang mengandung batasan-batasan. Golongan b juga memiliki definisi yang mengandung batasan-batasan. Maka golongan c tidak perlu didefinisikan dan tidak dibatasi sehingga sisa (residu) dari a dan b adalah c.
[31] Bumi putera popular disebut inlander.
[32][32] Tanpa keterangan/ penjelasan lebih lanjut dari kata “asli” ini berdampak pada pengenalan / pendefinisian pribumi ini menggunakan pendekatan ras (fisik). Sehingga nuansa rasisme ini semakin menjadi-jadi. Kabar buruknya semangat rasisme ini diadopsi uu otsus papua yang mendefinisikan bahwa orang asli papua adalah orang yg berasal dari rumpun ras Melanesia yang terdiri dari suku-suku asli di papua, orang yang diterima dan diakui sebagai orang asli papua oleh masyarakat adat papua.
[33] Karena begitu besarnya superioritas golongan eropa terhadap golongan pribumi.
[34] Contoh kasus orang golongan bumiputera murtad masuk kristen untuk mendapatkan status eropa lalu kembali menjadi mualaf sesuai hati nurani dan akal sehat sendiri. Dia tidak dapat dikembalikan ke dalam status bumiputera. Hal itu mengesalkan para amptenaar belanda.
[35] Hal ini mungkin akibat sumbangsih pemikiran orientalis islam asal Belanda, Snouck Hurgronje. Dengan pendirian peradilan islam ini akan mendekatkan kaum ulama dengan pemerintah sekaligus membatasi keberlakuan syariah islam yang bersifat universal menjadi parsial dan sekuler. Uniknya setelah merdeka pun pengadilan agama di Indonesia masih bersifat sekuler dan parsial karena tidak bisa sepenuhnya menerapkan syariah islam.
[36] Perkara ini hanya terbatas pada perkara perdata.
[37] Semisal Van Vollenhoven dan Ter Haar
[38] Reglement op de rechterlijke organisatie en het beleid der justitie, staatblad 1847 no. 63 (peraturan kekuasan kehakiman.
[39] Jadi tidak ada daya paksa dan daya ikat dari undang-undang untuk mengajukan perkara kepada hakim desa. Bahkan jikapun sudah diputus oleh hakim desa, maka perkara tersebut masih bisa diajukan kepada hakim gurbernemen maupun hakim agama. Dengan demikian bisa dibilang putusan-putusan hakim desa tidak memiliki kekuatan hukum.
[40] Hukuman yang dimaksud adalah pidana. Karena sesuai asas legalitas hukum pidana, nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali, yang berarti tidak ada delik (perbuatan) pidana, tidak ada hukuman pidana tanpa di dasari peraturan yang mendahuluinya. Asas tersebut termaktub pada WvS pasal 1 yang kira-kira berbunyi “Suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada”.
[41] Karena dilarang mengenakan hukuman pidana maka seringkali putusannya berisi hukuman semisal supaya diadakan upacara adat bersih desa atau selamatan atau kadang-kadang putusannya adalah kewajiban menyampaikan permohonan maaf saja sudah dianggap cukup dan hal-hal lain yang cenderung bercorak sanksi sosial.
[42] Penundukan untuk seluruhnya itu tidak dapat ditarik kembali dan meliputi isteri dan anak yang belum cukup umur dan keturunan-keturunan selanjutnya dari yang menyatakan menundukan diri untuk seluruhnya. Namun penundukan diri tersebut tidak membuat orang bumiputera berpindah golongan menjadi golongan orang eropa. Dalam sengketa perdata bila ia berkedudukan sebagai tergugat maka ia menghadap pengadilan-pengadilan eropa. Namun ketika menghadapi tuntutan pidana maka dia diperiksa di pengadilan-pengadilan Bumiputera.
[43] Adanya kebijakan ini adalah untuk memfasilitasi orang eropa yang hendak mengadakan perjanjian dengan golongan rakyat lainnya. Karena kemungkinan besar mereka meminta syarat agar pihak lawn menundukan diri kepada hukum eropa.
[44] Kalau seorang Hindia Belanda melakukan perbuatan hukum yang tidak dikenal dalam hukum adat namun diatur dalam hukum perdata eropa maka ia dianggap atas kemauan sendiri menundukan diri kepada hukum perdata eropa.
[45] Hak milik (eigendom) merupakan salah satu jenis hak kebendaan yang diatur dalam BW (KUH Perdata). Dengan berlakunya UUPA, hak milik atas tanah dicabut dari Buku II KUH Perdata. Hak milik adalah hak untuk menikmati kegunaan suatu kebendaan dengan leluasa dan untuk berbuat bebas terhadap kebendaan itu dengan kedaulatan sepenuhnya, sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan tidak mengganggu hak-hak orang lain dengan tidak mengurangi kemungkinan akan adanya pencabutan hak tersebut demi kepentingan umum berdasarkan atas ketentuan undang-undang dengan disertai pembayaran ganti rugi (pasal 570 KUH Perdata).
[46] Oleh sebab itu perkawinan menurut undang-undang hanya sebagai kontrak perdata.
[47] Badan penuntutan ini adalah kejaksaan. Yang karena perannya memonopoli penuntutan berdampak pada timbulnya peran sebagai pengendali perkara (dominis litis).
[48] Asas ini mendudukan tersangka sebagai objek pemeriksaan. Fase ini biasa terjadi saat proses pemeriksaan yang dilakukan oleh penyidik atau penuntut umum.
[49] Asas ini mendudukan tersangka sejajar dengan penuntut, hakim wajib bersifat netral, tidak memihak.
[50] Menurut undang-undang bukti harus berupa alat-alat bukti sesuai yang dikehendaki undang-undang baik jenis maupun jumlahnya. Namun alat bukti tidak mewajibkan hakim untuk menganggap bahwa bukti sudah diberikan. Hal terpenting adalah keyakinan hakim.
[51] Corak hukum adat berbeda dengan corak hukum eropa yang individualistis-liberalis
[52] Artinya hubungan-hubungan hukum dianggap hanya terjadi karena suatu ikatan yang kelihatan (tandanya).
[53] Dari perspektif ini sistem hukum common law termasuk dalam hukum adat.
[54] Pengadilan tingkat pertama untuk bumiputera. Kini semacam pengadilan negeri.
[55] Ketua landraad berwenang memberikan nasihat dan pertolongan kepada penggugat demi mengajukan gugatnya. Bahkan bila dianggap perlu, ia berwenang memberikan penerangan seperlunya dan mengingatkan soal upaya-upaya hukum dan alat bukti.
[56] Hakim mempimpin seluruh acara. Tidak ada kewajiban menggunakan advokat.
[57] Dengan perubahan yang perlu-perlu.
[58] Dalam artian tidak ada warga negara Hindia Belanda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar