OLEH MILYAN RISYDAN AL ANSHORI
Pendahuluan
Pembahasan
ilmu hukum memiliki cakupan yang sangat luas sehingga perlu mengkaitkan
berbagai disiplin ilmu. Ia merupakan sistem peraturan dalam semua bidang
kehidupan dan memiliki sumber-sumber yang harus di gali dengan baik. Ilmu hukum
adalah setiap pemikiran yang teliti dan berbobot mengenai semua tingkat
kehidupan hukum, asal pemikiran itu menjangkau keluar batas pemecahan terhadap
suatu problem yang konkrit. Ilmu hukum meliputi semua macam generalisasi yang
jujur dan dipikirkan masak-masak di bidang hukum.
Masyarakat dan Ketertibannya
Masyarakat
dan ketertibannya merupakan dua hal yang berhubungan sangat erat, bahkan bisa
juga dikatakan dua sisi dari satu mata uang. Susah untuk mengatakan adanya
masyarakat tanpa ada suatu ketertiban, bagaimanapun kualitasnya. Kendati
semikian segera perlu ditambahkan disini, bahwa yang di sebut sebagai
ketertiban itu tidak didukung suatu lembaga yang monolitik. Ketertiban dalam
masyarakat diciptakan secara bersama-sama oleh lembaga. Di masyarakat ada
macam-macam norma yang memberikan kontribusi untuk terciptanya ketertiban.
Jadi, hukum bukan satu-satunya lembaga yang menciptakan ketertiban masyarakat.
Norma hukum termasuk dalam golongan yang lahir dari kehendak manusia sebagai
unsur pengambil keputusan. Sebagai kehendak manusia bisa menerima dan
mengangkat kebiasaan sehari-hari sebagai norma hukum, tetapi juga bisa
menolaknya. Hukum menampakkan kemandiriannya dalam menghadapi kenyataan dengan
keidealan. Hukum harus meramu dua dunia dari yang ideal dengan yang real.
Berbeda
dengan norma kesusilaan, hukum mengikatkan diri pada masyarakat sebagai basis
sosialnya. Hukum memperhatikan kebutuhan dan kepentingan masyarakat agar
tercipta keadilan, oleh karena itu proses hukum membutuhkan waktu yang lama
untuk menimbang-nimbang dalam rangka mewujudkan keadilan. Selain keadilan
masyarakat juga menginginkan adanya peraturan-peraturan yang menjamin adanya
kepastian hukum, jadi nilai dasar hukum adalah keadilan, kebutuhan masyarakat
(kegunaan) dan kepastian hukum.
Nilai-nilai
dasar hukum yang terdiri dari keadilan, kegunaan dan kepastian hukum berkaitan
dengan kesahan berlakunya hukum yang mempersyaratkan adanya aspek filsafati,
sosiologis, dan yuridis.
Hukum sebagai Sistem Peraturan
Sebagai
sistem peraturan hukum menjadi bagian dari beberapa lembaga dalam masyarakat
yang menciptakan ketertiban. Perilaku manusia dikontrol oleh arus informasi
dari sumber tertinggi yang di sebut ultimate reality, kebenaran sejati, hati
nurani, suara hati yang menimbulkan kesadaran untuk membedakan mana yang boleh
dan mana yang tidak boleh dilakukan. Dalam masyarakat dijumpai norma-norma alam
dan norma-norma susila. Norma-norma susila inilah yang menjadi sasaran
pembicaraan hukum, bukan norma-norma alam. Norma alam membicara sesuatu yang
pasti terjadi, yaitu sebuah kenyataan yang pasti terjadi. Norma susila
berkaitan dengan sesuatu yang mungkin tidak akan terjadi menggambarkan suatu
rencana yang ingin dicapai. Norma alam dalam kehidupan diukur secara eksak dan
merupakan hubungan sebab-akibat. Sedangkan norma susila dalam kehidupan
merupakan hubungan antara keinginan (das Sollen) dengan kenyataan (das Sein).
Norma
adalah sarana yang dipakai oleh masyarakat untuk menertibkan tingkah laku
sehingga memiliki kekuatan yang bersifat memaksa. Norma hukum mengarahkan tingkah
laku manusia kearah yang disepakati atau di setujui oleh mayarakatnya sendiri.
Dengan demikian norma hukum yang merupakan perintah mempersyaratkan adanya
penilaian masyarakat itu sendiri. Apa yang dinilai baik oleh masyarakat dan apa
yang dinilai buruk oleh masyarakat, keduanya menjadi arah tingkah laku anggota
masyarakat.
Norma
hukum hanya memuat kerangka umum dari suatu perbuatan atau stereotipe.
Sementara peraturan hukum memuat rumusan-rumusan tentang berbagai peristiwa
hukum. Ketika terjadi suatu peristiwa dan peristiwa itu tercantum dalam
peraturan hukum, maka peristiwa itu dapat menggerakkan peraturan hukum,
sehingga disebut sebagai peristiwa hukum. Tidak semua peristiwa dianggap
penting oleh hukum. Agar hukum bisa bergerak, membutuhkan peristiwa-peristiwa
tingkah laku yang tercantum dalam peraturan hukum.
Sistem Hukum
Pengertian Sistem
1. pengertian sistem sebagai satuan , yang mempuanyai tatanan
tertentu (struktur).
2. sistem sebagai suatu rencana, metode, atau prosedur untuk
mengerjakan sesuatu.
3. pemahaman yang umum mengenai sistem mengatakan bahwa suatu
sistem adalah suatu kesatuan yang bersifat kompleks yang terdiri dari
bagian-bagian yang berhubungan satu sama lain.
Pemahaman sistem sebagai suatu metoda dikenal
melalui cara-cara pendekatan terhadap suatu masalah yang disebut
pendekatan-pendekatan sistem
Peraturan-peraturan hukum yang berdiri sendiri-sendiri
tanpa ikatan itu sesungguhnya diikat oleh beberapa pengertian yang lebih umum
sifatnya yang mengutarakan suatu
tuntutan etis.
Hukum itu bersifat empiris dan bisa dijelaskan secara logis maka sumber
tersebut diletakkannya diluar kajian hukum atau besifat transenden terhadap
hukum positip.
Hak Dan Kewajiban
Kehadiran hukum dalam
masyarakat diantaranya adalah untuk mengntegrasikan dan mengoordinasikan kepentingan-kepentingan
yang bisa bertubrukan satu sama lain itu oleh hukum diintegrasikan sedemikian
rupa sehingga tubrukan-tubrukan itu bisa ditekan sekecil-kecilnya.
Hukum melindungi kepentingan
seseorang dengan cara mengalokasikan suatu kekuasaan kepadanya untuk bertindak
dalam rangka kepentingan tersebut.
Ciri-ciri yang melekat pada
hak menurut hukum
1. Hak itu diletakkan kepada
sesorang yang disebut sebagai pemilik atau subyek dari hak itu.
2. Hak itu tetuju kepada orang
lain yaitu yang menjadi pemegang kewajiban.
3. Hak yang ada pada seseorang
ini mewajibkan pihak lain untuk melakukan (commission) atau tdak melakukan
(ommission) sesuatu perbuatan.
4. Commission atau ommission itu
menyangkut sesuatu yang bisa disebut sebagai objek dari hak.
5. Setiap hak menurut hukum itu
mempunyai tittle, yaitu suatu peristiwa tertentu untuk menjadi alasan
melekatnya hak itu pada pemiliknya.
Kekuasaan yang terletak
dibidang publik disebut kewenangan sedang dibidang perdata disebut kecakapan.
Kewajiban dapat dikelompokkan
sebagai berikut
1. Kewajiban-kewajiban yang
mutlak dan nisbi
2. Kewajiban-kewajiban dan
perdata.
3. Kewajiban-kewajiban yang
positif dan negatif.
4. Kewajiban-kewajiban yang
universal, umum, dan khusus.
Hak-hak dapat dikelompokkan
sebagai berikut
1. Hak-hak yang sempurna dan
tidak sempurna.
2. Hak-hak utama dan tambahan.
3. Hak-hak publik dan perdata.
4. Hak-hak positif dan negatif.
5. Hak-hak milik dan pribadi
Penguasaan
Penguasaan pada hakikatnya
bersifat faktual yaitu yang mementingkan kenyataan pada suatu saat.
Penguasaan bersifat sementara
sampai nanti ada kepastian mengenai hubungan dengan barang yang dikuasainya.
Penguasaan adalah hubungan
yang nyata antara seseorang dengan barang yang ada dalam kekuasaan.
Penguasaan diperoleh dengan 2
jalan yaitu cara-cara pengambilan dan penyerahan.
Pemilikan
Pemilikan mempunyai sosok
hukum yang lebih jelas dan pasti. Ciri dan hak-hak dalam pemilikan sebagai
berikut :
1. Pemilik mempunyai hak
memiliki barangnya.
2. Pemilik biasanya mempunyai hak
untuk menggunakan dan menikmati barang yang dimlinya.
3. Pemilikan mempunyai ciri
tidak mengenal jangka waktu.
4. Pemilik mempunyai hak untuk
menghabisakn, merusak, atau mengalhkan barangnya.
5. Pemilikan mempunyai ciri yang
bersifat sisa.
Tentang Orang
Konsep tentang orang dalam
hukum memegang kedudukan sentral oleh karena itu semua konsep yang lain pada
akhirnya berpusat pada konsep mengenai orang ini.
Hukum Tetulis Dan Tidak Tertulis
Kelebihan hukum tertulis
dibandingkan hukum tidak tertulis
1. Apa yang diatur dengan mudah
diketahui orang.
2. Setiap orang kecuali yang
tidak bisa membaca mendapatkan jalan masuk yang sama dalam hukum
3. Pengetahuan orang tentang
hukum senantiasa bisa dicocokkan kembali dengan yang telah dituliskan sehingga
mengurangi ketidakpastian.
4. Untuk keperluan pembangunan
peraturan hukum atau perundang-undangan untuk membuat yang baru maka hukum
tertulis menyediakan banyak kemudahan.
Hukum Perdata Dan Hukum Publik
Pemisahan hukum perdata dan
hukum publik menyebabkan adanya kebutuhan untuk menciptakan pranata yang
mengukuhkan pemisahan tersebut.
Contoh hukum perdata : hukum
perkawinan, hukum kewarisan, hukum perjanjan, hukum dagang, hukum internasional
perdata.
Contoh hukum publik : hukum
pidana, hukum tata negara, hukum administrasi , hukum internasional publik,
hukum lingkungan, hukum sosial ekonomi.
Hukum Domestik Dan Internasional
Suatu karakteristik yang
menonjol pada hukum internasional adalah tidak dijumpainya satu otoritas
tertinggi disitu, berbeda halnya dengan hukum domestik.
Hukum Substantif Dan Prosedural
Mekanisme yang digunakan oleh
hukum untuk mengatur adalah dengan
membuat dan mengeluarkan peraturan hukum dan kemudian menerapkan sanksi
terhadap para anggota masyarakat
berdasarkan peraturan yang telah dibuat itu.
Mekanisme yang demikian itu
menyebabkan bahwa membuat hukum pertama-tama mengeluarkan peraturan yang berisi
tentang perbuatan apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Peraturan
demikian disebut substantif.
Lapangan-Lapangan Hukum
Penggolongan, pembedangan,
demikian pula jumlah adanya jenis hukum terus berkembang.
Perkembangan tersebut terjadi
seiring dengan perkembangan masyarakat itu sendiri. Perkembangan tersebut akan
memerlukan bantuan pengaturan hukum.
Di bagan hukum-hukum yang
lain pemisahan-pemisahan dari nduknya terjadi akibat dari idenstas perkembangan
tersebut.
Deferensiasi dan spesialisasi
dalam berbagai bIdang dan lapangan hukum.
Sumber-Sumber Yang Bersifat Hukum Dan Sosial
Sumber yang melahirkasn hukum bisa digolongkan dalam dua kategori besar yaitu yang bersifat
hukum dan berasifat sosial.
Model dikhtonomi darit Hart
yaitu yang membagi masyarakat dalam dua kelompok yaitu primer dan sekunder.
Allen membagi masyarakat
dalam 2 kelompok yaitu yang bersifat atas-bawah dan bawah-atas. Kelompok atas-bawah
menunjuk kekuasaan yang berdaulat sebagai satu-satunya suber hukum. Kelompok
lain menentang sebagai golongan yang rasionalisme.
Hakikat Perundang-Undangan
Pembutan
hukum yang dilakukan secara sengaja oleh badan yang berwenang untuk itu
merupakan sumber yang bersifat hukum yang paling utama. Kegiatan dari badan
tersebut disebut sebagai kegiatan perundang-undangan yang menghasilkan
substansi yang tidak diragukan lagi kesalahannya yang ipsojure.
Ciri-ciri
perundang-undangan
a. Bersifat umum dan
komprehensif
b. Bersifat universal
c. Ia memilki kekuatan untuk
mengoreksi dan memperbaiki dirinya sendiri.
Kelebihan perundang-undangan
a. Tingkat prediktibilitasnya
besar
b. Memberikan kepastian mengenai
nilai yang dipertaruhkan.
Kelemahan perundang-undangan
a. Kekakuannya
b. Keinginan perundang-undangan untuk
membuat rumus-rumusan yang bersifat umum mengandung resiko.
Hakikat Sosial Perundang-Undangan
Sulit
untuk ditolak bahwa perundang-undangan itu lebih menguntungkan pihak yang
makmur yaitu mereka yang lebh aktif melakukan-melakukan kegiatan politik.
Bahasa Perundang-Undangan
Bahasa
yang dituliskan atau bahasa tertulis adalah perundang-undangan. Ciri-ciri
bahasa perundang-undangan adalah:
a. Bebas dan emosi
b. Tanpa perasaan
c. Datar seperti rumusan
matematik
Fungsi bahasa perundang-undangan:
a. Sebagai alat komunkasi
b. Sebagai suatu ragam teknik
Perundang-Undangan Sebagai Instrumen
Kebijakan
Kesadaran
dalam hukum modern menyebabkan bahwa hukum modern itu menjadi begitu
instrumental sifatnya dengan asumsinya bahwa kehidupan sosial itu bisa di
bentuk oleh kemauan tertentu.
Secara
pelan-pelan keadaan berubah pembuatan hukum dalam artian yang sesungguhnya
mulai diambil alih oleh kekuasaan tertinggi dalam Negara dan sebaliknya peranan
hukum kebiasaan semakin mengecil.
Kodifikas Dan Interpretasi
Manakala
jumlah peraturan telah menjadi banyak maka orangpun mulai mencari cara
bagaimana dapat menguasai badan perundang-undangan itu dengan baik. Tujuan umum
dari kodifikasi adalah untuk membuat kumpulan perundang-undangan sederhana dan
dapat dikuasai tersusun secara logis,serasi, dan pasti.
Sifat
yang melekat pada perundang-undangan atau hukum tertulis adalah sifat
otoritatif dari rumusan-rumusan peraturannya.
Kewajiban
pengadilan adalah untuk menyingkap dan berdasarkan tindakannya pada maksud
sesungguhnya yang dari badab pembuat undang-undangnya.
Filsafat
yang terkandung dalam undang-undang adalah bahwa inti dari undang-undang
terletak didalam semangatnya.
Pemakaian
pepatah hukum yang lain dan kasih jalan dengan yang barusan dibicarakan adalah
maksim expressum facit cassare tacitum yaitu bahwa kata-kata yang dicantumkan
secara tegas mengakhiri pencarian mengenai maksud dari suatu
perundang-undangan.
Undang-undang
adalah pernyataan kehendak dari badan negara yang diberi tugas pembuatan hukum.
Tiga
syarat pembuatan konstruksi yang baik
a. Konstruksi hatus mampu
meliput seluruh bidang yang positip yang bersangkutan.
b. Tidak boleh ada pertentangan
logis didalamnya.
c. Konstruksi hendaknya memenuhi
persyaratan keindahan.
Salah satu bentuk konstruksi
adalah fiksi. Perbedaan anatara konstruksi dan fiksi adalah bahwa pada yang
pertama kita berusaha untuk menyederhanakan masalahnya dengan membuang beberapa
fakta. Fiksi sebalknya justru menambahkan fakta-fakta baru kepada kita sehingga
tampil suatu personifikasi baru dihadapan kita.
Hukum Perundang-Undangan Sebagai
Sistem Terbuka
Hukum sebagai suatu sistem
terbuka dikemukakan oleh paus sholten. Pertama konsep tersebut reaks terhadap
pendapat bahwa hukum itu merupakan sesuatu kesatuan yang tertutup secara logis.
Segi positif dari ajaran yang demikian itu terletak pada nilai kepastiannya
yang besar sekalipun lebih cenderung kepada ketegaran adapun segi negatifnya
terletak pada sifatnya yang statis.
Alasan lain yang menjadi
dasar dar kosep sholten adalah bahwa hukum itu merupakan suatu kesatuan
norma-norma maka hukum itu merupakan sistem yang terbuka.
Kebiasaan
Masyarakat hukum dorganisasi
oleh hukum perundang-undangan sedang lainnya oleh norma-norma sosial termasuk
didalamnya kebiasaan.
Dari sejarah perkembangan
hukum atau perundang-undangan dapat dlihat bahwa masyarakat mendahului
timbulnya negara. Oleh karena itu keadaan yang ideal adalah manakala hukum
negara yaitu tidak lain hukum perundang-undangan demi menghormati isinya
hendaknya untuk bagian terbesar dirumuskan sesuai dengan kebiasaan dalam
masyarakat
Preseden
Preseden ini merupakan satu
lembaga yang lebih dikenal dalam sistem hukum common law system.
Beberapa hal yang melemahkan mengangkat
preseden
1. Keputusan-keputusan yang
dibatalkan.
2. Ketidaktahuan mengenai adanya
peraturan
3. ketiadakkan konsistensi
dengan keputusan pengadilan yang lebih tinggi.
4. Ketiadakkan konsistensi
antara keputusan-keputusan yang setingkat.
5. Preseden-preseden yang dibuat
tidak sepenuhnya dipertahankan.
6. Keputusan yang keliru.
Institusi Sosial Dan Hukum
Di dalam masyarakat djumpai berbagai
institusi yang masing-masing diperlukan oleh masyarakat itu untuk memenuhi
kebutuhan-kebetuhan tersebut.
Institusi pada hakikatnya merupakan
alat perlengkapan masyarakat untuk menjamin agar kebutuhan-kebutuhan dalam
masyarakat dapat dipenuhi secara saksama.
Ciri umum yang melekat pada institusi
:
1. Stabilitas
2. Memberikan kerangka sosal
terhadap kebutuhan-kebutuhan dalam masyarakat.
3. Sebagai kerangka sosial untuk
kebutuhan manusia itu maka institusi menamplkan wujudnya dalam bentuk
norma-norma.
4. Jalinan antar institusi.
Sistem Sosial Sebagai Pengendalian
Sosial
Dimensi dalam kehidupan sosial
1. Ketertiban
2. Sistem sosial
3. Lembaga-lembaga sosial
4. Pengendalan sosial
Usaha sistem sosial untuk
mempertahankan diri inilah yang disebut sebagai pengendalian sosial
Norma Sosial Tempat Dan Peranannya
Dalam Masyarakat
Norma-norma sosial itu sebetulnya
merupakan suatu alat untuk mempertahankan dan membina suatu dunia dan sistem
nilai-nilai tertentu.
Sumber daya yang dibutuhkan oleh
sistem sosial tidak hanya datang dari bidang budaya melainkan juga dari
bidang-bidang yang lain dar masyarakat.
Hukum Sebagai Mekanisme
Pengintergrasi
Dalam kedudukannya sebagai suatu
institut yang melakukan pengintergrasian terhadap proses-proses yang
berlangsung dalam masyarakat hukum menerima asupan-asupan dari bidang ekonomi,
poltik, dan budaya untuk kemudian diolahnya menjadi keluaran-keluaran yang
dikembalikan dalam masyarakat.
Jika institusi hukum benar-benar
hendak berfungsi sebagai sarana pengintegrasi masyarakat maka ia harus diterima
oleh masyarakat untuk menjalakan fungsinya itu. Hal ini berarti bahwa para
anggota masyarakat harus mengakui bahwa institusi itulah tempat dimana
pengntegrasian dilakuakan dan oleh karenanya
orang pun harus bersedia untuk menggunakannya atau menfaatkannya.
Hukum Dan Kekuasaan
Hokum membutuhkan kekuasaan, tetapi
ia juga tidak dapat membiarkan kekuasaan itu untuk menunggangi hokum. Sebaliknya,
justru hokum bekerja dengan cara memberi patokan-patokan tingkah laku dank
arena itu hokum member pembatasan-pembatasan. Kekuasaan diartikan sebagai suatu
kemampuan untuk memaksa kehendaknya kepada orang lain. Pada peringkat social,
kekuasan diperoleh dari perjuangan kelompok-kelompok, kelas-kelas dalam
masyarakat, sehingga menimbulkan pelapisan-pelapisan dan dengan demikian
struktur kekuasaan dalam masyarakat.
Penginstitusionalisasian
hokum dalam masyarakat mempunyai suatu aspek yang penting, yaitu sebagai sarana
untuk mengontrol dan membatasi keinginan seseorang terhadap suatu kekuasaan.
Hubungan antara hokum dengan kekuasaan yaitu sebagai sarana untuk mengontrol
kekuasaan yang ada pada masyarakat.
Hukum Dan
Pelapisan Sosial
Struktur pembagian yang tidak terbagi
secara merata menyebabkan bahwa kekuasan tersebut terhimpun pada sebagian
kelompok orang-orang tertentu, sedangkan sebagian orang yang lainnya tidak
ataupun malah kurang merasakan kekuasan tersebut hal seperti ini menimbulkan
pelapisan social dalam masyarakat.
Dalam lapisan social dalam masyarakat
terdapat masyarakat partisipan yang memiliki cirri khas tertertu, berikut
merupakan cirri-ciri dari masyarakat partisipan:
-
Konsensus yang bisa diandalkan
-
Nilai-nilai kooperatif
-
Tidak ada institusi khusus
-
Dominasi dari keseluruhan kehidupan social atas para
anggotanya.
-
Kehadiran sanksi-sanksi sedikit sekali
-
Hanya ada satu kekuasaan utama yang mencakup
seluruhnya
-
Dominasi tujuan atas sarana
-
Hanya ada satu masyarakat yang mencakup seluruh
kehidupan social, sehingga tidak di kenal “masyarakat-masyarakat kecil” di
dalamnya
-
Tidak ada pelapisan social atau hanya kecil saja
Dalam pelapisan social dalam
masyarakat luas, di gambarkan perbedaan mengenai Masyarakat sederhana dengan Masyarakat
dengan ruang lingkup lebih besar. Perbedaan ini dapat disebabkan karena
semakin bertambahnya penduduk serta peralihan ke ekonomi pertanian. Pelapisan
social dalam kedua masyarakat ini memiliki karakteristik utama, berikut adalah
karakteristik dari kedua masyarakat ini:
-
Konsensus tidak menentu
-
Nilai-nilai yang bertentangan
-
Lembaga-lembaga pemerintahan berkembang
-
Bentuk dominasi yang campuran
-
Meningkatnya sanksi-sanksi di berbagai bidang tertentu
-
Pluralitas dari struktur-struktur yang tidak sama dan segmental
-
Mulai timbul perbedaan pendapat tentang sarana dan
tujuan
-
Perlipatan timbulnya lingkungan-lingkungan masyarakat
yang lebih kecil di dalam rangkuman masyarakat yang besar
-
Terjadinya pelapisan social
Dengan terjadinya pelapisan
social, maka hokum pun susah untuk mempertahankan netralitas atau
kependudukannya yang tidak memihak. Pelapisan social ini merupakan kunci bagi
penjelasan mengapa hokum itu bersifat diskriminatif, baik pada
peraturan-peraturannya sendiri, maupun melalui penegakannya (Frietman, 1975:
180-187)
Kultur Hukum
Kultur hokum
merupakan salah satu unsure dari system hokum yang membicarakan hal-hal
sebagaimana dikemukakan bahwa hokum itu tidak layak hanya dibicarakan dari segi
struktur dan substansinya saja, melainkan juga dari segi kulturnya (Friedman,
1997:6-9). Struktur hokum adalah pola yang memperlihatkan tentang bagaimana
hokum tersebut dilaksanakanmenurut ketentuan-ketentuan formalnya.
Hukum Dan
Pendapat Umum
Hubungan
hokum dengan pendapat umum dapat dipacu kepada jawaban dari pertanyaan tentang
“mengapa orang itu mematuhi hokum”, yaitu disebabkan:
1.
Kepatuhan tersebut dipaksakan oleh sanksi (Teori
Paksaan)
2.
Kepatuhan tersebut diberikan atas dasar persetujuan
yang diberikan oleh para anggota masyarakat terhadap hokum yang diperlakukan untuk
mereka (Teori Persetujuan)
Pembicaraan mengenai peranan
pendapat umum pada akhirnya akan membawa pembicaraan kepada soal-soal seperti
kesadaran hokum, perasaan hokum, sikap hokum dan sebagainya. Hokum dan tingkah
laku orang dapat disebut dengan “factor-faktor yang menengahi” yang pada
hakikatnya menjadi penghubung antara apa yang di kehendaki oleh hokum dan yang
dilakukan dalam masyarakat tersebut. Sedangkan factor yang menengahi atau dapat
juga disebut sebagai intervening variables terdiri dari : hokum, pengetahuan
akan hokum, sikap hokum dan tingkah laku hokum.
Pluralisme
Hukum
Legal pluralisme
adalah seperangkat kacamata yang berambisi merekonseptualisasikan relasi hokum
dan masyarakat. Legal pluralisme juga mencoba mengidentifikasi autentisitas
fenomena hokum yang beroperasi di tataran global. Dalam problem instrumentalis, legal pluralisme
hendaknya direkonstektualisasi, bagaimana konsep itu berbenturan dengan isu
masyarakat pribumi, primordialisme radikal, anarkisme dan tindak kekerasan yang
bernuansa rasial.
Legal
pluralisme tidak bisa dilepaskan dari relasi kuasa antara setiap institusi
hokum. Karakter plural hukum dalam pandangannya terhadap legal pluralisme itu
dapat dilihat dari hokum domestic (domestic law), produksi hukum (production
law), pertukaran hokum (exchange law), hokum komunitas (community law), hokum
teoritori atau hokum Negara (territorial and state law), dan hokum sistemik
(systematic law).
Legal
pluralisme memungkinkan bagi hokum didefinisikan sesuai dengan realitas social
di dalam masyarakat yang heterogen. Jadi, hokum memiliki multidimensionalitas
dan kompleksitas tersendiri bagi legal pluralisme.
Negara Hukum
Dalam Dilema
Konsep negara
hokum memang tidak dapat dilepaskan dari konteks sejarah politik. Pada konsep
Negara hokum itu sendiri, pertarungan ide dalam ranah teoritis juga menghadapi
banyak persoalan yang tak kunjung usai. Setiap Negara memiliki dilemanya
tersendiri. Hal ini dapat terlihat dari ketegangan hubungan antara tubuh
spiritual dan tubuh politik yang sama-sama memiliki kekuatan kekuasaan dalam
masyarakat di suatu Negara.
Puncak
kebangkitan Negara hokum menurut catatan Tamanaha diawali oleh adanya peristiwa
Magna Charta. Dalam catatan Tamanaha ini menjelaskan bahwa hukumlah yang
melakukan tugasnya untuk mengerjakan pola kekuasaan yang memungkinkan bagi terjadinya
lembaga yang saling mengawasi. Tamanaha juga menekankan pada liberalisme
sebagai sebuah prakondisi terwujudnya Negara hokum, dengan kata lain Negara
hokum hanya dapat dimungkinkan tumbuh subur diatas tamansari liberalisme.
Menurut
Tamanaha ada empat tema kunci pokok dari liberalisme dalam suatu Negara hokum,
yaitu pertama individu adalah makhluk lepas bebas yang di jamin oleh hokum yang
di bangun secara demokratis. Kedua, individu adalah makhluk bebas yang
disediakan fasilitasnya oleh kantor pemerintah yang berbasis pada hokum.
Ketiga, individu adalah makhluk bebas sejauh pemerintah menjalankan fungsinya
dan menghargai individu yang memiliki realitas otonomi personal. Dengan kata
lain, masyarakat memiliki hak sipil yang tidak dapat diganggu gugat oleh Negara
dan bahkan harus dijamin perlindungannya. Terakhir, kebebasan hanya
dimungkinkan jika kekuasaan terbagi dalam separasi politik, layaknya eksekutif,
legislative, dan yudikatif.
Hukum Sebagai Institusi Keadilan
Hokum
merupakan suatu tema pembicaraan yang menyangkut hubungan antar manusia, hubungan
antar manusia merupakan pembahasan yang menjabarkan tentang keadilan. Dengan
demikian, setiap pembicaraan tentang hokum senantiasa diikuti dengan
pembicaraan mengenai keadilan. Hokum merupakan bagian dari perangkat kerja
system social. Fungsi system social ini adalah untuk mengintegrasikan
kepentingan-kepentingan anggota masyarakat sehingga tercipta suatu keadaan yang
tertib.
Keadilan
merupakan ukuran yang kita pakai dalam memberikan perlakuan terhadap objek di
luar diri kita. Wujud keadilan dapat berupa suatu suasana yang memberikan
kesempatan bagi kemerdekaan manusia untuk dapat berkembang secara seksama.
Keadilan juga dapat dipahami sebagai suatu keadaan jiwa atau sikap, hal ini
menyangkut tentang suatu keadaan mentalitas manusia itu sendiri. Dengan kata
lain, keadilan bukanlah sesuatu yang bisa dikutak-katik melalui logika atau
penalaran, melainkan melibatkan keseluruhan pribadi seseorang.
Hokum
yang positif yaitu yang dibuat dan dijalankan dalam suatu wilayah tertentu
senantiasa dihadapkan kepada tuntutan keadilan yang demikian itu dan
menimbulkan kehidupan hokum yang dinamis. Berbagai konsep menyatakan, bahwa
kehidupan hokum tidak pernah final atau selesai, melainkan selalu merupakan
suatu perjuangan, pada hakikatnya merupakan pencerminan dari adanya hokum Ala
mini. Oleh sebab itu, karena ada hokum yang dianggap ideal, konsep keadilan
yang bersifat mutlak, maka kehidupan hokum yang sekarang didasarkan pada hokum
positif, dan senantiasa diuji oleh ideal-ideal tersebut. Philip Selznick
menunjukan kemampuan Hukum Alam untuk mendinamisasikan kehidupan hokum dengan
membuat perincian sebagai berikut (Selznick, 1966 : 1983):
1. Hokum alam
menerima adanya suatu pengkajian ilmiah
2. Hokum alam
menerima adanya pandangan final, suatu idea utama yang memimpin kita dalam
melakukan pengkajian
3. Hokum alam
mencari dan merangkumkan kebenaran-kebenaran abadi mengenai hakikat manusia
yang mempunyai relevansi moral, seperti kebutuhan akan harga diri
4. Hokum alam
mencari dan merangkum kebenaran-kebenaran abadi mengenai hakikat manusia yang
mempunyai relevansi moral, seperti pembagian dan penggunaan kekuatan social
5. Hokum alam
mencari dan merangkum kebenaran-kebenaran abadi mengenai hakikat dan
persyaratan suatu tertib hokum
Proses Hukum
Tiga kategori kualitas yang
ada pada hokum, yaitu normative, sosiologis, dan filsafati. Ketiga kategori
tersebut dapat memberikan gambar yang lengkap mengenai hokum. Suatu model
tertentu penegakan hokum yang dapat disebut sebagai administrasi keadilan
memang belum begitu meluas di Indonesia, namun telah digunakan di Amerika
Serikat seperti dalam “the criminal justice system” . model penanganan masalah
ini bertolak belakang dengan kelembagaan yang diharapkan, bahwa ia akan
memperkaya ilmu hokum yang ada di Indonesia.
Pembuatan
Hukum
Proses hukum merupakan perjalanan yang di
tempuh hukum untuk
menjalankan fungsinya, yaitu mengatur masyarakat atau kehidupan bersama.
Pembuatan hukum merupakan
awal dari bergulirnya proses pengaturan masyarakat, ia merupakan momentum yang
memisahkan keadaan tanpa hokum dengan keadaan yang diatur oleh hokum. Pembuatan
hokum juga dapat diartikan dengan pembuatan undang-undang.
Bahan hokum
Bahan pembuatan hokum dimulai
sebagai gagasan atau ide yang kemudian di proses lebih lanjut sehingga pada
akhirnya benar-benar menjadi bahan yang siap diberi sanksi hokum. Pada dasarnya
kita dapat membagi proses dalam
pembuatan hokum ini ke dalam dua golongan tahap besar, yaitu tahap
sosio-politis dan tahap yuridis.
Dalam tahap
sosio-politis maka gagasan awal tadi diolah oleh masyarakat sendiri,
dibicarakan, dikritik, dipertahankan melalui pertukaran antar pendapat antar
berbagai golongan dan kekuatan masyarakat masing-masing. Dalam proses pembuatan
hokum, terdapat tahap-tahap tertentu, berikut rincian dari tahap pembuatan
hokum:
a.
Tahap inisiasi (muncul suatu gagasan dalam masyarakat)
b.
Tahap sosio-politis (pematangan dan penajaman gagasan)
c.
Tahap yuridis (penyusunan bahan ke dalam rumusan hokum
dan kemudian diundangkan)
Struktur
pembuatan hokum
Penciptaan atau pengadaan
struktur dapat menyangkut penyusunan suatu organisasi yang akan mengatur
kelembagaan bagi pembuatan hokum. Dalam pengorganisasian pembuatan hokum tidak
berdiri sendiri, melainkan merupakan bagian dari suatu penataan ketatanegaraan
yang lebih luas. Dalam rangka penataan ketatanegaraan yang didasarkan pada
filsafat pemisahan kekuasaan itulah pembuatan hokum dijalankan.
Secara Teoritis
Menurut model rasionalistik, hukum
terutama hukum pidana, dibuat sebagai alat rasional untuk melindungi
anggota-anggota masyarakat dari kerugian sosial (social harm). Dalam pandangan
ini, kejahatan (crimes) dipandang sebagai cacat sosial. Ini adalah teori
pembuatan hukum yang paling banyak diterima (Goode 1978: 143). Salah satu
kesulitan dalam pandangan ini adalah pembuat hukum yang mendefinisikan
aktivitas-aktivitas apa yang mungkin merugikan bagi kesejahteraan
masyarakat. Penilaian terhadap nilai (value judgement), preferensi, dan
pertimbangan lainnya jelas masuk ke dalam proses definisi.
Pandangan fungsional dari pembuatan
hukum, seperti dirumuskan oleh Paul Bohannan (1973), terutama membahas
bagaimana hukum dibangun. Bohannan berargumen bahwa hukum adalah jenis
khusus dari “adat yang dilembagakan kembali“. Adat adalah norma atau
aturan tentang cara bagaimana orang harus berperilaku jika lembaga sosial akan
melaksanakan fungsinya dan masyarakat akan berlangsung. Pembuatan hukum
adalah pernyataan kembali dari beberapa adat.
Dalam pandangan konflik, seperti telah
saya diskusikan dalam bab sebelumnya, mengutip lingkup struktural (structural
cleavage) dari suatu masyarakat atau organisasi sebagai penentu dasar dari
hukum. Khususnya, asal dari hukum dilacak dari timbulnya sebuah kelas
elit. Elit-elit, dapat disimpulkan, menggunakan mekanisme kontrol sosial
seperti hukum untuk menonjolkan posisi mereka sendiri di dalam masyarakat.
Dalam hal adanya konflik terhadap sebuah norma, para pakar teori konflik akan
berargumen bahwa kelompok kepentingan yang dekat dengan interest dari kelompok
elit kemungkinan besar akan memenangkan konflik tersebut. Untuk mendefinisikan
siapa elit dan kelompok kuat dari masyarakat, para pakar teori konflik sering
menggunakan petunjuk kekuasaan.
Teori pengusaha moral (moral
entrepreneur) menghubungkan kejadian-kejadian penting dengan kehadiran dari
individu atau kelompok yang sedang berusaha (berdagang). Aktivitas mereka
disebut pengusaha moral (moral enterprise), karena mereka mengusahakan
pembuatan fragmen baru dari konstitusi moral dalam masyarakat, yaitu aturan
(code) tentang benar dan salah (Becker, 1963: 146). Peranan pengusaha
moral dalam pembuatan hukum secara jelas digambarkan oleh telaahan Howard S.
Becker (1963: 121-146) tentang pengembangan hukum pidana yang dirancang untuk
menekan penggunaan marijuana. Dia mencatat bahwa Undang-Undang Pajak
Marijuana 1937 telah berdasarkan undang-undang hukum pidana lama seperti
Undang-Undang Volstead (tentang alkohol) dan Undang-Undang Harrison (tentang
opium dan derivatifnya). Biro Narkotik dari Departemen Keuangan dulunya tidak
memandang perlu adanya hukum tentang marijuana pada tahun-tahun awalnya. Malah
sebaliknya berargumen, bahwa regulasi tentang opium dan derivatifnya dulunya
bermasalah. Namun sebelum tahun 1937, Biro Narkotik mendefinisikan
kembali penggunaan marijuana sebagai masalah serius. Sebagai akibatnya,
lembaga ini bertindak sebagai pengusaha moral dengan cara mendefinisikan
kembali penggunaan marijuana sebagai bahaya sosial. Sebagai contoh, Biro
Narkotik memberikan informasi kepada media massa tentang bahaya marijuana,
termasuk “cerita-cerita kekerasan“ yang secara detail menggambarkan bahaya dari
merokok marijuana. Akhirnya pada tahun 1937 Undang-Undang Pajak Marijuana
(Marijuana Tax Act) diundangkan, jelasnya sebagai tindakan pajak namun dengan maksud
dasar untuk mencegah orang untuk merokok marijuana.
Penegakan
Hukum
Tahap pembuatan hukum masih harus disusul oleh
pelaksanaannya secara konkrit dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Hal ini yang
disebut dengan penegakan hokum. Dalam struktur kenegaraan modern, maka tugas
penegakan hokum itu dijalankan oleh komponen eksekutid dan dilaksanakan oleh
birokrasi dari eksekutif tersebut, sehingga sering disebut juga birokrasi
penegak hokum. Eksekutif dengan birokrasinya merupakan bagian dari mata rantai
untuk mewujudkan rencana yang tercantum pada peraturan hokum yang menangani
bidang-bidang tersebut.
Peradilan
Sesudah dibentuknya suatu hokum, barulah kita dapat membicarakan
mengenai adanya dan berjalannya peradilan. Perbedaannya adalah apabila komponen
eksekutif tersebut diatas menjalankan penegakan hokum itu dengan aktif, maka
peradilan bisa disebut dengan pasif, karena harus menungggu datangnya
pihak-pihak yang membutuhkan jasa peradilan.
Peradilan
menunjuk kepada proses mengadili, sedangkan pengadilan merupakan salah satu
lembaga dalam proses tersebut.
Administrasi
Keadilan
Administrasi keadilan tampak lebih menonjol pendekatan administrasi
daripada hokum. Secara singkat dapat dikatakan bahwa pendekatan hokum yang
menggunakan doktrin normative, terutama memikirkan tentang pembuatan aturan
yang menyuruh atau melarang untuk menertibkan jalannya proses mengadili itu. Sedangkan
pendekatan administrasi, yang menggunakan doktrin administrasi, lebih
memikirkan tentang efisiensi kerja lembaga-lembaga yang terlibat dalam proses
mengadili tersebut. Administrasi keadilan memiliki pengertian bahwa penerapan
keadilan dalam masyarakat itu membutuhkan pengelola, tidak dapat hanya
diserahkan kepada masyarakat pengelola saja (penduduk sekitar).
Hermeneutika Hukum
Menafsirkan atau
menginterpretasi, intinya adalah kegiatan mengerti atau memahami. Hakikat
memahami sesuatu adalah yang disebut filsafat hermeneutik. Hermeneutika atau
metode memahami atau metode interpretasi dilakukan terhadap teks secara
holistik dalam bingkai keterkaitan antara teks, konteks, dan kontekstualisasi.
Memahami sesuatu
adalah menginterpretasi sesuatu agar memahaminya. Ilmu Hukum adalah sebuah eksamplar
Hermeneutik, yang diaplikasikan pada aspek kehidupan bermasyarakat. Sebab,
dalam menerapkan Ilmu Hukum ketika menghadapi kasus hukum, maka kegiatan
interpretasi tidak hanya dilakukan terhadap teks yuridis, tetapi juga terhadap
kenyataan yang menyebabkan munculnya masalah hukum itu sendiri. Dalam melakukan
interpretasi tentu saja antara penafsir dan teks yang hendak ditafsirkan
terdapat perbedaan waktu bertahun-tahun bahkan puluhan atau ratusan tahun. Oleh
karena itu, ketika melakukan interpretasi acapkali muncul dua sudut pandang
yang berbeda antara teks yang hendak ditafsirkan dengan pandangan penafsir
sendiri. Kedua pandangan itu kemudian diramu dengan berbagai aspek yang
dipedomani oleh penafsir, yaitu keadilan, kepastian hukum, prediktabilitas, dan
kemanfaatan. Titik tolak hermeneutika adalah kehidupan manusiawi dan produk
budayanya, termasuk teks-teks hukum yang dihasilkan olehnya.
Hermeneutika hukum adalah
merekonstruksikan kembali dari seluruh problema hermeneutika dan kemudian
membentuk kembali kesatuan hermeneutika secara utuh, di mana ahli hukum dan
teologi bertemu dengan para ahli humaniora. Tujuan hermeneutika hukum itu
adalah untuk menempatkan perdebatan kontemporer tentang penafsiran atau
interpretasi hukum di dalam kerangka hermeneutika pada umumnya. Dalam hubungan
dengan penafsiran atau interpretasi. Pandangan konvensional dalam penafsiran
undang-undang menganggap bahwa pengadilan harus berupaya menemukan tujuan atau
maksud dari pembuat undang-undang (the framers’ intent). Penafsiran demikian
sejalan dengan pandangan bahwa proses pembentukan undang-undang didominasi oleh
kesepakatan nilai-nilai di antara berbagai kelompok kepentingan. Bagi pembentuk
undang-undang, kesepakatan adalah produk tawar menawar (political bargain).
Metode serupa juga
digunakan dalam penafsiran perjanjian-perjanjian perdata. Proses penemuan
maksud pembentuk undang-undang, bagaimanapun, lebih sulit ketimbang menemukan
maksud yang melatarbelakangi kontrak-kontrak perdata, sebab badan pembuat
undang memiliki ciri kemajemukan.
Konsep Hukum
Konsep hukum ialah
pengetahuan yang berbasis empiris dengan tujuan untuk memberikan informasi
tentang sesuatu hal. Konsep-konsep hukum menjadi ukuran untuk menilai atau
menghakimi dunia kenyataan, khususnya perbuatan manusia. Konsep hukum harus
bisa dikembalikan kepada empiris sebagai bentuk pengujian terhadap kebenaran
konsep hukum yang telah dibuat. Jadi, konsep hukum dituntut memiliki basis
empiris dan mengandung arti, maka dikatakan sebagai pengetahuan.
Metode Penerapan Hukum
Metode
penerapan hukum menggunakan pola berfikir deduksi. Cara ini mendeteksi
kejadian-kejadian nyata kedalam peraturan yang umum untuk kemudian dinilai
apakah penempatan kejadian tersebut kedalam jangkauan peraturan hukum bisa
diterima atau tidak. Jawaban tersebut menentukan dapat tidaknya suatu peraturan
hukum diterapkan terhadap suatu kejadian tertentu.
Perundang-Undangan dan Metode
Ilmu
Pembuatan
perundang-undangan pada awalnya melalui proses ilmiah yaitu kajian akademik.
Dalam konteks ini melibatkan tenaga ahli dalam bidangnya, baik bidang hukum
maupun bidang ilmu pengetahuan yang relevan. Pada proses selanjutnya,
pengambilan keputusan dilakukan melalui proses politik. Disinilah pemecahan
problem politik dan yang demikian itu tidak menyediakan dirinya untuk diuji
atas dasar fakta obyektif, tetapi hanya atas dasar keputusan itu diambil
sesudah mengumpulkan banyak informasi.
Prediksi Tingkah Laku secara
Ilmiah
Dalam memahami tingkah laku dapat digunakan
disiplin ilmu psikologi prilaku atau behavioralism. Psikologi sosial juga dapat
memberikan kontribusi dalam memprediksikan tingkah laku. Dengan memperhatikan
keputusan-keputusan terdahulu, diyakini dapat memperoleh reaksi-reaksi terhadap
pola-pola faktual dan menarik suatu hipotesis bahwa pola fakta yang berulang
kembali akan merangsang suatu respon yang sama.
Para
hakim memiliki perbedaan-perbedaan sikap antara hakim satu dengan yang lain
dalam menilai kasus yang sama. Penyebab perbedaan sikap bertolak dari keyakinan
yang dipercayai sebagai pengalalaman hidupnya. Keputusan hakim merupakan fungsi
yang langsung dari sikap-sikap yang dipengaruhi latar belakang kehidupan
masing-masing.
Yurismetri dalam Hukum
Yurimetri itu
sesungguhnya merupakan cabang ilmu khusus, yaitu informatika, tetapi dikembangkan
oleh para yuris/ahli hukum. Konsep-konsep yang tercakup diantaranya:
komputerisasi bahan-bahan hukum dan penerapan metode kuantitatif dalam
penelitian hukum
Filsafat Hukum
Filsafat hukum merupakan salah satu cabang dalam
filsafat. Dalam kamus besar bahasa indonesia disebutkan bahwa filsafat
memiliki beberapa pengertian, antara lain dapat disebut sebagai pengetahuan dan
penyelidikan dengan akal budi mengenai segala yang ada, baik itu sebab dan asal
serta hukumnya. Selain itu filsafat juga dapat memiliki pengertian sebagai
teori yang mendasari alam pikiran atau suatu kegiatan atau juga berarti ilmu
yang berintikan logika, metafisika, estetika dan epistemologi.
Filsafat sebagai ilmu
pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran yang asli. Filsafat juga didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran
dimana didalamnya berisi ilmu metafisika, estetika, etika,retorika, logika ,
ekonomi dan politik.
Selanjutnya terdapat beberapa pengertian filsafat
hukum yang diberikan oleh para ahli antara lain “Cabang filsafat
yang mempelajari hukum yang benar” (menurut Gustaff Radbruch), “Pembahasan secara filosofis tentang hukum” (menurut Langmeyer), “Penelitian mendasar dan
pengertian hukum secara abstrak” (menurut
Anthoni D’Amato).
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa filsafat hukum
merupakan cabang dari filsafat estetika atau tingkah laku. Filsafat hukum
mempelajari hakikat hukum, dimana hukum dijadikan sebagai obyek kajian yang
dibahas secara mendalam sampai pada hakikat hukum itu sendiri atau yang menjadi
inti dari hukum.
Filsafat
hukum adalah cabang filsafat yang membicarakan apa hakekat hukum itu, apa
tujuannya, mengapa dia ada dan mengapa orang harus tunduk kepada hukum. Disamping menjawab pertanyaan masalah-masalah umum abstrak tersebut, filsafat
hukum juga membahas soal-soal kongkret mengenai hubungan antara hukum dan moral
(etika) dan masalah keabsahan berbagai macam lembaga hukum.
Dan pengertian tersebut
juga dapat ditinjau dari segi :
1. Segi semantik:
perkataan filsafat berasal dari bahasa Arab ‘falsafah’,yang berasal dari bahasa
Yunani, ‘philosophia’, yang berarti ‘philos’ cinta, suka (loving), dan ‘sophia’
pengetahuan, hikmah(wisdom). Jadi’philosophia’ berarti cinta kepada
kebijaksanaan atau cinta kepadakebenaran. Maksudnya, setiap orang yang
berfilsafat akan menjadi bijaksana. Orang yang cinta kepada pengetahuan disebut
‘philosopher’, dalam bahasa Arabnya ‘failasuf”. Pecinta pengetahuan ialah orang
yang menjadikan pengetahuan sebagai tujuanhidupnya, atau perkataan lain,
mengabdikan dirinya kepada pengetahuan.
2. Segi praktis :
dilihat dari pengertian praktisnya, filsafat bererti ‘alam pikiran’ atau ‘alam
berpikir’. Berfilsafat artinya berpikir. Namun tidak semua berpikir bererti
berfilsafat. Berfilsafat adalah berpikir secara mendalam dan sungguh-sungguh.
Sebuah semboyan mengatakan bahwa “setiap manusia adalah filsuf”. Semboyan ini
benar juga, sebab semua manusia berpikir. Akan tetapi secara umum semboyan itu
tidak benar, sebab tidak semua manusia yang berpikir adalah filsuf.
Supaya hukum yang dibangun dan dibentuk memiliki
landasan yang kokoh untuk jangka panjang dan tidak akan dipertentangkan dengan
pemahaman filsafat barat dan timur, pengetahuan tentang filsafat hukum barat
yang masih mendominasi pengetahuan filsafat hukum Indonesia seharusnya
diselaraskan dengan filsafat Pancasila sebagai Dasar Negara RI.
Kajian tentang filsafat hukum merupakan studi yang
sifatnya mendasar dan komprehensif dalam ilmu hukum. Hal ini karena filsafat hukum
merupakan landasan bagi hukum positif yang berlaku di suatu negara, demikian
halnya dalam pengaturan HAM. Landasan filsafat negara sangat menentukan
bagaimana pola pengaturan HAM di negara yang bersangkutan, apakah negara itu
berpaham liberalis, sosialis maupun Pancasialis. Pancasila sebagai
philosophische gronslag bangsa Indonesia merupakan dasar dari filsafat hukum
Pancasila yang selanjutnya menjadi dasar dari hukum dan praktek hukum di
Indonesia. perenungan dan perumusan nilai-nilai filsafat hukum juga mencakup
penyerasian nilai-nilai, misalnya penyerasian antara ketertiban dengan
ketentraman, antara kebendaan dengan keakhlakan, dan antara kelanggengan dengan
konservatisme dengan pembaharuan (purnadi purbacaraka&soerjono soekanto
1979:11).
Pada dasarnya kita dapat merumuskan beberapa hal dari
pembahasan-pembahasan yang telah didefinisikan oleh para pakar yaitu :
a. Filsafat adalah ‘ilmu istimewa’ yang mencoba
menjawab masalah-masalah yang tidak dapat dijawab oleh ilmu pengetahuan biasa
kerana masalah-masalah tersebut di luar jangkauan ilmu pengetahuan biasa.
b. Filsafat adalah hasil daya upaya manusia dengan
akal budinya untuk memahami atau mendalami secara radikal dan integral serta
sistematis hakikat sarwa yang ada, yaitu:
1.
hakikat Tuhan,
2.hakikat
alam semesta, dan
3.
hakikat manusia,
Dapat judga dikatakan bahwa filsafat hukum adalah
cabang filsafat yang membicarakan apa hakekat hukum itu, apa tujuannya, mengapa
dia ada dan mengapa orang harus tunduk kepada hukum. Disamping menjawab pertanyaan
masalah-masalah umum abstrak tersebut, filsafat hukum juga membahas soal-soal
kongkret mengenai hubungan antara hukum dan moral (etika) dan masalah keabsahan
berbagai macam lembaga hukum. Kajian tentang filsafat hukum merupakan studi
yang sifatnya mendasar dan komprehensif dalam ilmu hukum. Hal ini karena
filsafat hukum merupakan landasan bagi hukum positif yang berlaku di suatu
negara, demikian halnya dalam pengaturan HAM.
Dapat kita tinjau bahwasannya yang menjadi perbedaan
besar dari filsafat hukum Pancasila adalah bahwa filsafat hukum barat memiliki
karakteristik kepastian hukum melalui keunggulan proses litigasi untuk mencapai
keadilan. Sekalipun diakui telah ada perubahan ke arah nonlitigasi, dapat
dikatakan instrumen hukum itu merupakan alternatif saja, bukan merupakan sarana
hokum utama untuk penyelesaian sengketa dalam mencapai tujuan, bukan hanya
mempertahankan ketertiban, melainkan menciptakan perdamaian dalam kehidupan
masyarakat. Keberhasilan peranan hukum dalam mencapai kepastian hukum dan
keadilan dalam lingkup filsafat hukum barat adalah ada pihak yang memenangkan
kontes di muka pengadilan di satu sisi, dan di sisi lain ada pihak yang kalah
dan terkena imbas serta penderitaan. Dampak negatif dari karakter berlitigasi
model barat adalah semakin sulit dan terbebaninya kaum miskin untuk turut
berkontes di muka pengadilan sekalipun telah tersedia bantuan hukum (legal aid)
baginya.
Tak lepas dari fungsi filsafat itu sendiri yaitu menumbuhkan kekreatifan, menetapkan nilai, menetapkan
tujuan, menentukan arah dan menuntun pada jalan baru. Filsafat hendaknya
mengilhamkan keyakinan kepada kita untuk menompang dunia baru, mencetak
manusia-manusia yang menjadikan penggolongan-penggolongan berdasarkan ‘nation’,
ras, dan keyakinan keagamaan mengabdi kepada cita mulia kemanusiaan, tanpa
mengindahkan norma
atau nilai-nilai
yang berlaku dan melekat dimasyarakat itu sendiri.
Bidang-Bidang Studi Hukum
Dalam
melakukan studi hukum mencakup bidang sosiologi hukum, atropologi hukum,
perbandingan hukum, sejarah hukum, politik hukum, psikologi hukum dan filsafat
hukum.
Sosiologi
Hukum
Sosiologi
hukum adalah bidang kajian hukum dalam propesktif sosiologis. Produk-produk
hukum tidak bisa lepas dari kebutuhan masyarakat dengan tujuan hukum bisa
berjalan dengan efektif. Sosiologi hukum senantiasa menguji kesaksian empiris
dari suatu peraturan atau pernyataan hukum.
Antropologi
Hukum
Antropologi
hukum mempunyai peran dalam memahami manusia dan kebudayaannya serta sejarah
penyebaran kebudayaannya dalam rangka berlakunya hukum secara efektif.
Keberadaan hukum tidak bisa lepas dari kondisi masyarakat secara antropologis.
Antropologi adalah pemahaman ilmiah tingkah laku sosial dan kultural manusia
serta pemahaman secara sistematik terhadap distribusi manifestasi-manifestasinya
dalam kurung waktu dan ruang. Ilmu ini hendak mengekspresikan kehidupan manusia
secara totalitas, sehingga segala segi kehidupan yang dibicarakan menjadi suatu
jaringan yang saling kait mengkait yang sangat
besar.
Perbandingan
Hukum
Perbandingan
hukum mencoba melakukan perbandingan sistem hukum dari rakyat satu dengan
sistem hukum rakyat lain. Studi perbandingan hukum memcakup fungsi-fungsi
pembuatan hukum, pengadilan, dan pelaksanaan hukum, dalam konteks sosial yang
berbeda-beda. Perbandingan hukum positif dari bangsa satu dengan bangsa yang
lain juga menjadi bagian dari studi perbandingan hukum. Dalam kenyataan orang
akan mengatakan bahwa studi perbandingan hukum adalah studi tentang hukum asing
karena dilakukan dengan cara mempelajari hukum diluar hukum yang berlaku bagi
si penyelidik.
Sejarah
Hukum
Keuntungan-keuntungan
mempelajari sejarah hukum sama seperti mempelajari sejarah umum.
Kekeliruan-kekeliruan yang telah terjadi di masa yang lalu dapat dicegah untuk
tidak terulang kembali. Hukum yang sekarang mengalir dari yang sebelumnya,
yaitu hukum pada masa-masa yang lampau. Menggali dan memahami secara sistematis
proses-proses terbentuknya hukum, faktor-faktor yang menyebabkan dan
sebagainya, menambah pengetahuan yang berharga untuk memahami fenomena hukum
dalam masyarakat.
Politik
Hukum
Politik
hukum merupakan bagian terpenting dalam memahami hukum, karena hukum adalah
produk politik. Apa yang menjadi keingainan penguasa akan menentukan corak
hukum. Dengan demikian maka hukum merupakan instrumen untuk mewujudkan
keinginan penguasa. Politik adalah
aktifitas memilih tujuan sosial tertentu. Dalam hukum kita juga akan berhadapan
dengan persoalan yang serupa yaitu dengan keharusan untuk menentukan suatu
pilihan mengenai tujuan maupun cara-cara yang hendak di pakai untuk mencapai
tujuan tersebut. Semua ini termasuk dalam bidang studi politik hukum.
Psikologi
Hukum
Psikologi
hukum banyak dipakai terutama dalam bidang pidana. Penerapan hukum pidana
diharapkan dapat mencegah kejahatan. Kondisi ini menunjukan bahwa manusia
dengan memahami peraturan hukum pidana timbul rasa takut untuk melakukan tindak
kejahatan lagi. Sementara segala perilaku manusia tidak bisa lepas dari kondisi
kejiwaan seseorang. Apa yang menjadi
motivasi terhadap perbuatan manusia menjadi obyek dalam menentukan peristiwa
hukum.
tolong jelaskan macam macam sistem hukum secara detail bukan ringkasannya. terimkasih
BalasHapusnice posting,tapi bab tengah kok hilang semua ya? semoga lekas di revisi,,terimakasih
BalasHapusBang , bab 2 Ilhu Hukum : Suatu Orientasi kok gak ada bang ?
BalasHapus