Total Tayangan Halaman

Senin, 29 Oktober 2012

HUKUM PIDANA KHUSUS



I. DASAR PEMIKIRAN DAN LINGKUP PENGERTIAN PIDANA KHUSUS
Setiap negara tidak terkecuali Indonesia mempunyai perundang-undangan Pidana Khusus. Pada dasarnya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) merupakan suatu kodifikasi hukum pidana yang seharusnya memasukkan semua tindak pidana di dalam kodifikasi tersebut. Akan tetapi hal itu tampaknya tidak mungkin, karena selalu timbul perbuatan-perbuatan baru seiring dengan perkembangan jaman. Sebagai konsekuensinya pemerintah menciptakan berbagai peraturan perundang-undangan pidana khusus yang memuat tindak pidana baru di luar KUHP.
Memperhatikan dasar-dasar umum di dalam KUHP umum terdapat suatu bagian yang disebut sebagai aturan umum. Dapat dilihat dalam Buku I yang memuat asas-asas hukum pidana pada umumnya yang berlaku bagi semua bidang hukum pidana positif baik yang dimuat dalam KUHP atau yang dimuat dalam peraturan perundang-undangan pidana yang lain. Mengingat ketentuan tersebut di atas, maka semua Tindak Pidana harus tunduk pada ketentuan pokok, kecuali apabila secara khusus diatur dalam ketentuan itu sendiri.
Tindak Pidana Khusus (TPK) Pembahasannya :
Cenderung melihat pada perilaku / perbuatan (yang mengakibatkan) yang dilarang oleh Undang-Undang.
Lebih pada persoalan-persoalan legalitas / apa-apa yang diatur dalam UU.
Mengandung acuan kepada norma hukum semata / legal Norm, hal-hal yang di luar perundang-undangan tidak termasuk dalam pembahasan.
Hukum Pidana Khusus (HPK) Pembahasannya :
Tidak hanya melihat pada Handeling, tetapi konsep-konsep yang mendasari Handeling itu (kenapa dan mengapa) dan mengandung pemikiran dogmatic.
Kandungan legalitas juga menyangkut pondasi / asas-asas hukum.
Dengan demikian maka TPK itu menjadi bagian dari HPK.
II. HUBUNGAN PIDANA UMUM DENGAN PIDANA KHUSUS
KUHP sebenarnya sudah menyadari bahwa suatu saat akan hadir hukum pidana baru, di mana hal itu diatur dalam pasal 103 yang mengatur hubungan antara Pidana Umum dengan Pidana Khusus “Ketentuan-ketentuan dalam Bab I sampai Bab VIII buku ini juga berlaku bagi perbuatan-perbuatan yang oleh ketentuan perundang-undangan lainnya diancam dengan pidana, kecuali jika oleh undang-undang ditentukan lain”. Jadi hubungannya terpisah oleh Azas yang dikenal dengan “Lex Specialist Lex Generalis”. Hal ini berarti aparat tidak mungkin lagi menggunakan keduanya.
III. SEJARAH PERKEMBANGAN PIDANA KHUSUS
Konsep obyektif bahwa dalam kehidupan masyarakat selalu terjadi perubahan social sesuai perkembangan kehidupan di mana perkembangan itu belum diatur dalam peraturan pidana yang ada.
Pemerintah menciptakan peraturan perundang-undangan yang merupakan social Engineering dan social control.
Tidak dimasukkannya ketentuan baru dalam KUHP (kodifikasi) karena :
  1. Harus merubah sistematika KUHP.
  2. Bersifat Elastis dan Temporer (tidak berlaku lama sebagaimana KUHP).
  3. Ternyata bidang-bidang yang baru itu memerlukan aspek hukum pidana agar peraturan-peraturan dalam bidang hukum yang lain itu ditaati.
Ketiganya adalah dasar lahirnya bidang hukum pidana khusus di dalam Negara.
IV. PENGERTIAN PIDANA KHUSUS
1.      Prof. Pompe : Menunjuk pada Pelaku Khusus dan Obyek Khusus.
Maksud khusus di sini adalah :
  • Pelaku Khusus artinya tidak semua orang dapat melakukan tindak pidananya.
  • Obyek yg Khusus artinya perbuatan yg diatur adalah perbuatan-perbuatan yg tidak diatur dalam aturan pidana umum tetapi dalam peraturan pidana khusus.
2.      DR. Andi Hamzah : Keseluruhan ketentuan-ketentuan aturan Pidana (perundang-undangan Pidana) di luar KUHP.
V. ARTI KEKHUSUSAN
 
  
Khusus di sini maksudnya adalah bahwa ketentuan Materiil dan Formilnya menjadi satu dalam peraturan pidana tersebut.
Tetapi dalam peraturan pidana umum, aturan Materiil dan formilnya terpisah, ketentuan Materiil diatur dalam KUHP sedangkan ketentuan Formil dalam KUHAP.


Ketentuannya
Materiil      diatur pasal 103 KUHP
Formil        diatur pasal 284 KUHAP
VI. PENGEYAMPINGAN – PENYIMPANGAN PIDANA KHUSUS
Pengenyampingan atau Penyimpangan dalam Pidana Khusus sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, terdapat banyak perbedaan dalam bidang Pidana Khusus dengan Pidana Umum. Sekalipun demikian, keberadaan Pidana Khusus diakui dalam Pidana Umum sbg hukum pidana positif (hukum yg diberlakukan dlm suatu negara).
Dalam menelaah lebih jauh tentang kekhususan dari TPK ditemukan pengenyampingan atau penyimpangan dari TPU. Penyimpangan ini dapat dilihat dari keberadaan dan penerapan peraturan perundang-undangan pidana khusus. Penyimpangan tersebut di antaranya secara :
1. Umum
Menurut Prof. A. Molte penyimpangan ini dapat terjadi dalam dua kategori yaitu :
 
  
a. Penyimpangan secara Diam-Diam
Yaitu penyimpangan yang dilakukan oleh pidana khusus di mana tidak menyebutkan secara tegas tentang tidak diberlakukannya aturan pidana umum. Akan tetapi keberadaannya sudah menunjukkan adanya penyimpangan yang dilakukan secara diam-diam.
Artinya dengan dibuatnya ketentuan yang secara khusus oleh pemerintah dan diberlakukan terhadap masyarakat itu sudah secara otomastis melakukan penyimpangan.
b. Penyimpangan secara Tegas
Yaitu apabila peraturan pidana khusus secara tegas menyebutkan di dalam ketentuannya tidak memberlakukan ketentuan umum.
Artinya secara tegas ada ketentuan yang mengatur tentang penyimpangan terhadap ketentuan umum.
2. Penyimpangan Azas Pidana Umum
 
  
a. Azas Legalitas
Azas ini berlaku juga di dalam hukum pidana khusus.

b. Analogi
Analogi yang tidak digunakan di dalam  Pidana Umum, di dalam Pidana Khusus hal itu bisa digunakan. Misalnya dalam menentukan kerugian perekonomian Negara.

c. Retroaktif
d. Perubahan UU
i.      Dalam Pidana Umum, apabila terjadi perubahan UU maka yang diberlakukan adalah ketentuan yang lebih menguntungkan terdakwa.
ii.      Tetapi dalam Pidana Khusus hal itu berlaku sebaliknya, artinya dikenakan yang lebih memberatkan.
3. Penyimpangan secara Pidana
a.       Dapat dilakukan peradilan in absentia
b.      Penerobosan terhadap rahasia Bank
c.       Omkering Bewijts Lacjk atau pembuktian terbalik, yaitu hak tersangka untuk melakukan pembuktian secara sebaliknya. (di dalam pidana umum hal ini tidak dikenal).
d.      Di dalam KUHP hanya dikenal denda, tetapi di dalam Pidana Khusus dikenal denda dan ganti rugi.
e.       Ada lembaga Schikking, khususnya dalam bidang ekonomi, yaitu adanya kewenangan dari JPU untuk menyelesaikan perkara pada tingkat penuntutan tanpa melalui lembaga peradilan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar